Senin 10 Oct 2022 06:20 WIB

Apa Akhir dari Kasus Lukas Enembe?

Penanganan kasus Lukas Enembe memang harus dilakukan dengan hati-hati.

Massa aksi yang tergabung dalam Front Rakyat dan Mahasiswa Papua bergegas untuk melanjutkan aksi lanjutan di kantor PDIP, di kawasan Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (6/10/2022). Dalam aksinya mereka menilai penetapan tersangka Gubernur Papua Lukas Enembe oleh KPK sarat akan tujuan politik serta sebagai upaya kriminalisasi terhadap Gubernur Papua, Sementara KPK menetapkan Lukas Enembe sebagai tersangka terkait perkara dugaan tindak pidana korupsi dugaan suap dan  dan gratifikasi terkait proyek yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinis Papua. Republika/Thoudy Badai
Foto: Republika/Thoudy Badai
Massa aksi yang tergabung dalam Front Rakyat dan Mahasiswa Papua bergegas untuk melanjutkan aksi lanjutan di kantor PDIP, di kawasan Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (6/10/2022). Dalam aksinya mereka menilai penetapan tersangka Gubernur Papua Lukas Enembe oleh KPK sarat akan tujuan politik serta sebagai upaya kriminalisasi terhadap Gubernur Papua, Sementara KPK menetapkan Lukas Enembe sebagai tersangka terkait perkara dugaan tindak pidana korupsi dugaan suap dan dan gratifikasi terkait proyek yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinis Papua. Republika/Thoudy Badai

Oleh : Indira Rezkisari, Jurnalis Republika.co.id

REPUBLIKA.CO.ID, Gubernur Papua Lukas Enembe tidak kunjung memenuhi panggilan dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Bukan cuma Lukas yang mangkir. Anak dan istrinya yang juga sudah dipanggil KPK untuk menjadi saksi kasus dugaan penyalahgunaan wewenang hingga merugikan negara turut mangkir.

Lukas disebut sakit parah hingga tidak bisa berangkat ke Jakarta. Katanya, dia sudah empat kali stroke hingga kondisi yang terlalu intens, seperti diinterogasi oleh penyidik KPK, dikhawatirkan akan membuat dia kembali stroke.

Baca Juga

KPK padahal tidak sendirian. Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mengatakan Polri menyiapkan 1.800 personel di Papua untuk membantu KPK menjemput Lukas Enembe.

Menkopolhukam Mahfud MD juga sudah menyebut, tidak ada rekayasa politik dalam penetapan tersangka Lukas atas kasus suap dan gratifikasi. Mahfud meminta kepada masyarakat Papua untuk tenang dan melihat kasus ini sebagai penegakan hukum dan bukan hal lain.

Penetapan tersangka Lukas memang memicu polemik di Papua. Aksi unjuk rasa di Papua dan Jakarta muncul akibat penetapan tersangka Lukas. Para pendemo menuding penetapan tersangka sarat akan tujuan politik serta sebagai upaya kriminalisasi terhadap Gubernur Papua.

Dikutip dari Antara, pemimpin Adat (Ondoafi) Kampung Abar Sentani, Jayapura, Papua, Cornelis Doyapo berharap kasus dugaan korupsi yang menjerat Lukas Enembe segera diselesaikan. Kasus tersebut perlu diselesaikan karena masyarakat Papua menginginkan kedamaian dan tidak terganggu dengan masalah apa pun.

Cornelis meminta pula masyarakat Papua agar tidak terpengaruh dan tidak terprovokasi terkait dengan perkembangan kasus Lukas Enembe. Katanya, masyarakat Papua tidak menginginkan masalah hukum yang menjerat Lukas Enembe dibawa ke persoalan politik. Karena itu dia mendorong Lukas memenuhi panggilan KPK.

Sedang akademisi Universitas Cenderawasih (Uncen) Papua mengingatkan agar penanganan kasus Lukas Enembe harus berhati-hati. Alasannya, sebagai pejabat publik orang nomor satu di provinsi itu pernah trauma dan sakit hati sehingga tidak percaya kepada negara.

"Tak hanya hanya kasus Lukas Enembe tetapi kasus para bupati lainnya di Papua harus ditangani secara khusus," kata Laus Deo Calvin Rumayom, Kamis (7/10/2022). Ia mendorong kasus dugaan korupsi Lukas dijelaskan kepada masyarakat, bahwa tidak ada hubungannya dengan soal pelanggaran HAM. Tetapi murni kasus penyalahgunaan kewenangan.

Ketua Analisis Papua Strategis ini menjelaskan, kalau yang digaungkan misalnya jemput paksa, atau narasi-narasi tanpa penjelasan yang lebih spesifik, maka masyarakat akan mempunyai kesimpulan sendiri-sendiri. Selain itu, KPK juga harus menjelaskan apa masalahnya sehingga tidak bisa menangkap atau menahan Lukas Enembe, apakah karena masalah keamanan atau soal alat bukti yang belum cukup.

Masalah di Papua memang pelik. Mahfud MD sempat mengutarakan dalam konteks kasus ini mengenai besarnya dana dana otonomi khusus (tsus) yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat kepada Papua. Sejak tahun 2001 dana otsus mencapai angka Rp 1.000 triliun. Jumlah itu merupakan akumulasi dari dana Otsus, pendapatan asli daerah (PAD), dana desa, dan belanja kementerian atau lembaga.

Secara rinci, Mahfud menyebutkan dana yang mengalir pada era pemerintahan Gubernur Papua Lukas Enembe mencapai lebih dari setengahnya. Aliran itu merupakan dana resmi yang tercatat dalam dokumen negara di bawah Kementerian Keuangan. Jumlahnya lebih dari Rp 500 triliun.

Baca juga : Klarifikasi Gus Miftah Dituding Intervensi Agama Farel Prayoga

Meski dana sebanyak itu sudah mengalir selama 20 tahun namun Mahfud mengatakan mayoritas warga Papua masih tetap miskin. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) pada Maret 2022, Papua adalah provinsi dengan tingkat kemiskinan tertinggi di Indonesia

Data Maret 2022 mencatat, persentase penduduk miskin Papua tercatat mencapai 26,56 persen. Meski secara persentase tertinggi, jumlah penduduk miskin di Papua bukanlah yang terbanyak di dalam negeri. Pasalnya, jumlah penduduk Papua yang berada di bawah garis kemiskinan sebesar 922,12 ribu orang. Lalu, Papua Barat berada di posisi kedua dengan persentase penduduk miskin sebanyak 21,3 persen. Sedangkan, jumlah penduduk miskin di Indonesia sebanyak 26,16 juta orang pada Maret 2022 atau sebanyak 9,54 persen penduduk nasional.

Data tersebut menjadi ironi ketika disandingkan dengan materi pemeriksaan Lukas di KPK. Pramugari RDG Airlines, atau penyedia layanan jasa jet pribadi, diperiksa KPK terkait penggunaan pesawat pribadi tersebut oleh Lukas. Lukas bahkan disebut-sebut kerap menggunakan layanan first class saat terbang.

Lukas memang disinyalir kerap keluar negeri untuk urusan judi. Koordinator Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman menyebut Lukas pernah melakukan perjalanan ke luar negeri, untuk bermain judi di kasino. Yakni, ke Malaysia, Singapura, dan Filipina.

Baca juga : Profesor Hukum tak Setuju Usulan Lukas Diperiksa KPK di Lapangan

PPATK mengonfirmasi pula transaksi keuangan dilakukan oleh terkait Enembe. Salah satunya transaksi kasino judi senilai 55 juta dolar AS atau Rp 560 miliar.

Kita sebagai masyarakat awam memang cuma bisa menunggu apa yang akan terjadi dengan kasus Lukas Enembe. Apakah KPK punya keberanian untuk datang ke Papua dan menjemput paksa Lukas? Atau kasus Lukas akan berlalu begitu saja?

Masalah di Bumi Cendrawasih sudah terlalu banyak. Kemiskinan dan korupsi harus segera dituntaskan. Jangan sampai warga Papua cuma bisa jadi penonton di negeri ini karena terus menerus didera masalah sosial, masalah hukum, hingga masalah keamanan.

Baca juga : PDIP Jamin Anies Kalah di Jateng saat Pilpres 2024

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement