Rabu 23 Nov 2022 00:50 WIB

Paham Radikal Dominan Berkembang di Milenial Waspada Rekrutmen Lewat Medsos

Demo berpotensi disusupi kelompok radikal ini untuk penyerangan ke pemerintah.

Rep: Arie Lukihardianti/ Red: Agus Yulianto
Seminar Sespimma Angkatan 68 dengan tema Optimalisasi Penanganan Cyber Crime Guna Menangkal Radikalisme dan Intoleransi dalam Rangka Indonesia Maju, Selasa (22/11).
Foto: Istimewa
Seminar Sespimma Angkatan 68 dengan tema Optimalisasi Penanganan Cyber Crime Guna Menangkal Radikalisme dan Intoleransi dalam Rangka Indonesia Maju, Selasa (22/11).

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Masyarakat diminta mewaspadai konten radikal dan Propaganda yang ada di Media sosial (Medsos). Menurut Deputi Bidang Penindakan dan Pembinaan Kemampuan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme, Irjen Pol Ibnu Suhaendra, semua pihak harus  menghentikan ujaran kebencian di Medsos.

"Rekrutment paham radikal ini banyak dilakukan di Medsos," ujad Ibnu di acara Seminar Sespimma Angkatan 68 dengan tema Optimalisasi Penanganan Cyber Crime Guna Menangkal Radikalisme dan Intoleransi dalam Rangka Indonesia Maju, Selasa (22/11).

Ibnu menjelaskan, generasi Z dan milenial lebih dominan memiliki pemahaman radikal ini. Tepatnya, pada usia 20 tahun. Penyebarannya, lewat pengajian dan internet. Bahkan, demo berpotensi disusupi kelompok radikal ini untuk penyerangan ke pemerintah.

"Pola penyebaran, pertemanan, kekerabatan, pernikahan," katanya.

Menurut Ibnu, ada 23 ibu dan anak-anak yang ingin menjadi pelaku bom bunuh diri. Yakni, 11 orang anak-anak dan 9 ibu-ibu. Kondisi ini terjadi, sebagai dampak  dari internet karena ada buku panduan bagaimana membuat bom bunuh diri. 

"Ada pedoman jaringan teroris dr aceh sampai papua ada internet. Bukunya ada. Saya dapat informasi ini dari anak berumur 12 tahun yang dtangkap," katanya.

Untuk mencegah paham radikal, kata dia, maka semua harus menggelorakan pancasila yang saat ini masih kurang. Paham pancasila harus terus digelorakan mendominasi di keluarga kecil agar terhindar dari doktrin radikal.

"Kesiapsiagaan nasional, kontra radikal dan deradikalisasi harus sampai ke masyarakat terbawah," katanya.

Sementara menurut Ketua Senat Sespimma Lemdiklat Polri angkatan 68, Tahun Anggaran 2022, Kompol Anton Hermawan, Seminar yang dilakukan Sespimma hari ini sbnrnya acara rutin dilakukan setiap angkatan. 

"Tahun ini seminar kedua karena saat ini kami angkatan 68 angkatan kedua di 2022. Jadi karena acara rutin dan masuk kurikulum, sebelum dilakukan Seminar ini rapat beberapa kali dan mengerucut mengaambil tema deradikalisasi terorisme di era 4.0," katanya.

Dengan dasar itu, kata dia, pihaknya melakukan seminar dengan keynote speaker Komjenpol Suhardi Alius dan ada beberapa narsum yang ambil dr kepolisian, pihak luar ada dari ITB, FBI dan MUI.

"Adanya forum ini semoga anak-anak kita keluarga terhindar radikalisme terorisme," katanya.

Selain itu, Anton berharap dengan adanya Seminar seluruh stake holder bisa bersinergi menghalau paham radikalisme terorisme. Kedua, seluruh peserta pendidikan bisa menjadi garda terdepan menangkal radikalisme. "Peserta totalnya 100 orang. Tamu undangan 80," katanya. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement