Kamis 21 Apr 2022 13:25 WIB

Perang Rusia dan Ukraina, Sri Mulyani: Pemulihan Ekonomi Semakin Berisiko

IMF menurunkan angka proyeksi pertumbuhan ekonomi global tahun ini menjadi 3,6 persen

Rep: Novita Intan/ Red: Nidia Zuraya
Menteri Keuangan RI Sri Mulyani Indrawati mengatakan perang Rusia-Ukraina telah membuat pertumbuhan dan pemulihan ekonomi global jauh lebih kompleks dan melemahkan upaya global dalam menangani pandemi, utang yang tinggi, dan adaptasi perubahan iklim.
Foto: ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A
Menteri Keuangan RI Sri Mulyani Indrawati mengatakan perang Rusia-Ukraina telah membuat pertumbuhan dan pemulihan ekonomi global jauh lebih kompleks dan melemahkan upaya global dalam menangani pandemi, utang yang tinggi, dan adaptasi perubahan iklim.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah Indonesia menyebut perang Rusia dan Ukraina berdampak terhadap pemulihan dan pertumbuhan ekonomi global. Hal ini menjadi sorotan dalam pertemuan dengan para menteri keuangan negara-negara G20 di Washington DC, Amerika Serikat.

Menteri Keuangan RI Sri Mulyani mengatakan perang ini telah membuat pertumbuhan dan pemulihan ekonomi global jauh lebih kompleks dan melemahkan upaya global dalam menangani pandemi, utang yang tinggi, dan adaptasi perubahan iklim.

Baca Juga

“Pemulihan ekonomi dunia pun semakin berisiko karena naiknya harga komoditas yang tinggi, terutama pada komoditas pangan dan energi, sehingga mendorong lonjakan inflasi di banyak negara,” ujarnya saat konferensi pers virtual, Kamis (21/4/2022).

Bahkan, terbaru, International Monetary Fund (IMF) menurunkan angka proyeksi pertumbuhan ekonomi global pada tahun ini sebesar 0,8 persen menjadi 3,6 persen. Perang Rusia dan Ukraina telah memperburuk kondisi ekonomi dunia, yang sebelumnya telah menghadapi tantangan disrupsi rantai pasok dan percepatan pengetatan kebijakan moneter, terutama di negara maju.

Anggota G20 menyatakan keprihatinan yang mendalam tentang krisis kemanusiaan, ekonomi dan keuangan sebagai dampak dari perang ini, sehingga mereka menyerukan agar perang harus berakhir dengan segera. Menurut anggota G20, perang telah dan akan menghambat proses pemulihan ekonomi global serta meningkatkan kekhawatiran khususnya terkait ketahanan pangan dan harga energi.

Anggota G20 menilai perang telah membuat pertumbuhan serta pemulihan jauh lebih kompleks sekaligus melemahkan kesiapsiagaan dan respon global dalam menangani pandemi termasuk terhadap sektor kesehatan. Terlebih lagi, negara-negara berpenghasilan rendah dan rentan akan sangat terpengaruh karena mereka sudah menghadapi berbagai tantangan lain seperti ruang fiskal yang terbatas dan utang yang tinggi.

Oleh karenanya, menurut Sri Mulyani, negara anggota semakin menggarisbawahi peran penting G20 sebagai forum utama utama dapat kerja sama ekonomi internasional, untuk menghadapi tantangan ekonomi global yang beragam dan kompleks saat ini.

Ke depan Sri Mulyani berharap Presidensi G20 Indonesia melahirkan solusi atas konflik antara Rusia dan Ukraina. Hal tersebut karena perkembangan lingkungan global sebenarnya memburuk dan berubah sangat cepat akibat pandemi yang belum berakhir ditambah dengan adanya perang antara Rusia dan Ukraina.

“Anggota meminta agar situasi geopolitik saat ini terutama terkait perang di Ukraina harus ditangani,” ucapnya.

Terlebih lagi, implikasi dari perang Rusia dan Ukraina masih sangat dinamis termasuk pada harga energi, pangan dan pupuk yang sangat meningkat. Sri Mulyani menegaskan Indonesia yang sedang menjabat sebagai Presidensi G20 dalam situasi yang sangat dinamis ini akan berkomunikasi dan berkonsultasi secara intensif dengan seluruh anggota G20.

“Karena tata kelola G20 sebenarnya didasarkan pada konsultasi sekaligus kerja sama,” ucapnya.

Menurutnya saat ini pemerintah Indonesia terus berdiskusi dengan seluruh negara anggota untuk menemukan jalan keluar dari berbagai risiko ekonomi global yang tidak hanya datang dari perang di Ukraina, melainkan juga belum selesainya pandemi.

“Exit strategy dibutuhkan karena saat ini berbagai negara mengalami ancaman inflasi yang tinggi serta kenaikan harga energi dan pangan yang akan semakin menciptakan situasi menantang bagi para pembuat kebijakan,” ucapnya.

Menurutnya, anggota G20 khawatir adanya tekanan inflasi yang mengarah kepada beberapa bank sentral menaikkan suku bunga kebijakan yang mengakibatkan pengetatan likuiditas global lebih cepat dari yang diharapkan.

Maka itu, tingkat kebijakan yang lebih tinggi menjadi fokus untuk memenuhi komitmen terkait exit strategy yang dikalibrasi, direncanakan dan dikomunikasikan dengan baik dalam rangka mendukung pemulihan serta mengurangi potensi dampak spillover. Tak hanya untuk mengatasi dampak perang di Ukraina, Sri Mulyani menyebut tindakan kolektif dan terkoordinasi juga dilakukan untuk mengendalikan pandemi yang tetap menjadi prioritas bagi G20.

“Jadi ini semua melanjutkan prioritas agenda yang sangat penting untuk Presidensi Indonesia dan didukung kuat oleh semua anggota,” ucapnya. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement