Ahad 23 Oct 2022 12:48 WIB

Buntut Kasus Gagal Ginjal, Pakar: BPOM Harus Direformasi

Pakar hukum meminta pemerintah mereformasi BPOM terkait kasus gagal ginjal akut.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Bilal Ramadhan
Ilustrasi Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM). Pakar hukum meminta pemerintah mereformasi BPOM terkait kasus gagal ginjal akut.
Foto: Antara/Andreas Fitri Atmoko
Ilustrasi Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM). Pakar hukum meminta pemerintah mereformasi BPOM terkait kasus gagal ginjal akut.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar hukum pidana Universitas Trisakti, Azmi Syahputra mendorong reformasi terhadap Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Azmi mengkritik pedas BPOM yang gagal menjalankan fungsi pengawasannya. Hal ini menyusul beredarnya 102 merek obat sirup yang diduga menyebabkan gagal ginjal akut progresif atipikal di Indonesia.

"(BPOM) harus direformasi dan bertanggungjawab atas beredarnya zat kimia dalam beberapa obat sirup yang berbahaya bagi kesehatan anak dan keselamatan manusia yang kini produk obat tersebut telah ditarik," kata Azmi dalam keterangannya pada Ahad (23/10/2022).

Baca Juga

Azmi menilai keadaan ini menunjukkan BPOM telah gagal menjalankan fungsi dan tanggungjawabnya. Ia menyayangkan bahwa BPOM tidak melakukan antisipasi dan pengujian lebih lanjut atas obat yang telah beredar.

"Artinya BPOM melakukan kelalaian dalam kinerja fungsinya," ujar Azmi.

Sehingga Azmi menuntut BPOM bertanggungjawab atas ditemukannya obat sirup yang mengandung bahan zat kimia berbahaya yang tercemar etilen glikol.

"Sanksinya bukan saja pencopotan kepala BPOM, namun harus mereformasi sistem pengawasan dan kinerja dari BPOM yang ternyata tidak efektif termasuk dimintai tanggung jawab secara pidana," lanjut Azmi.

Azmi mengamati dengan adanya nomor izin edar yang dikeluarkan oleh BPOM menjadi tanda produk tersebut layak dan aman dikomsumsi. Sehingga BPOM yang mengeluarkan perizinan kepada perusahaan yang telah melewati uji tes bahwa produk yang mereka keluarkan tidak akan membawa efek buruk bagi tubuh manusia.

"Dengan kalimat sudah terdaftar di BPOM  menjadi jaminan bagi konsumen bahwa produk konsumsi yang ditawarkan sudah pasti aman, namun faktanya BPOM gagal, terkesan uji yang dilakukan BPOM tidak cermat dan pengawasan yang minimal," tegas Azmi.

Azmi juga menyatakan BPOM mempunyai fungsi menyelenggarakan tugas pemerintahan di bidang pengawasan Obat dan Makananm Termasuk fungsi pengawasan sebelum beredar berkaitan dengan tindakan pencegahan untuk menjamin produk obat maupun makanan yang akan beredar sesuai standa dan syarat keamanan.

"Sementara fungsi pengawasan setelah beredar berkaitan tindakan untuk memastikan bahwa produk konsumsi tetap terjamin standar dan syarat keamanannya, " sebut Azmi.

Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mencatat, hingga Jumat (21/10/2022) sudah ada 133 kematian akibat gangguan ginjal akut misterius (acute kidney injury atau AKI). Kemenkes pun mengimbau penyetopan segala obat berbentuk cair atau sirup menyusul adanya laporan pasien anak dengan gangguan gagal ginjal akut terdeteksi terpapar tiga zat kimia berbahaya yakni ethylene glycol (EG), diethylene glycol (DEG), dan ethylene glycol butyl ether (EGBE).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement