Ahad 06 Nov 2022 21:16 WIB

Peneliti: Politik Identitas dan Rasisme adalah Ancaman Bagi Ide Berbangsa

Istilah cebong dan kadrun menimbulkan kerentanan berbangsa pada saat ini.

Ilustrasi demokrasi.
Foto: pixabay
Ilustrasi demokrasi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti Ekonomi dan Pengembangan Wilayah Hendrawan Saragi menyatakan politik identitas merupakan ancaman yang sangat berbahaya bagi ide berbangsa. Politik identitas merupakan pandangan primitif.

"Politik identitas dan rasisme sistemik merupakan ancaman yang sangat berbahaya bagi ide berbangsa. Ini adalah bentuk kolektivisme yang paling primitif karena menilai seseorang bukan berdasarkan karakter dan tindakannya sendiri tetapi berdasarkan karakter dan tindakan kelompok," kata Hendrawan dalam diskusi virtual bertajuk Kritik Atas Manifesto Politik 2022: "Mempercantik Keindahan Indonesia Dengan Akal Sehat" dipantau pada Ahad (6/11/2022).

Baca Juga

Ia menganggap bahwa kehadiran ekstrem politik dengan sebutan yang tak pantas dan tak sopan seperti "cebong" dan "kadrun" menimbulkan kerentanan berbangsa pada saat ini. "Hal ini berdampak pada tidak adanya minat kerja sama sosial, enggan untuk hidup bersama, dan akibatnya terpisah dari konsepsi sejarah tentang artinya berbangsa Indonesia," ujar dia.

Ia mengatakan masyarakat perlu menghindari rasa benci dan balas dendam yang dipicu oleh perjuangan politik. Masyarakat, kata dia, perlu saling menghormati walaupun memegang nilai yang berbeda.

"Kita memiliki hak khusus yang melekat dan tidak dapat dicabut dan mengejar kebahagiaan sebagai individu bukan sebagai kelompok suku maupun ras maupun kelompok pilihan politik. Kami mengajak untuk memikirkan kembali siapa diri kita dan membentuk kepribadian yang menolak dimanipulasi oleh tindakan politik," kata dia.

Selain itu, lanjut Hendrawan, masyarakat juga harus kembali pada kebebasan berekspresi yang sebenarnya. "Inti dari demokrasi adalah debat terbuka, yang terkadang bisa saling bertentangan, membuka diri untuk berdiskusi, berbalas-balasan akan menghasilkan retorika dan rasionalitas sebagai argumentasi dan akhirnya timbul persuasi yang menggantikan perseteruan sebagai bentuk penyelesaian perselisihan," ujar dia.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement