Jumat 17 Feb 2023 18:03 WIB

Segudang Saran Pakar Manajemen Prestasi Olahraga untuk Ketum PSSI Erick Thohir

Pelatih-pelatih lokal berlisensi AFC harus diperbanyak.

Rep: Fitriyanto/ Red: Didi Purwadi
Ketua Umum PSSI periode 2023-2027 Erick Thohir bersama Wakil Ketua Umum Zainuddin Amali dan Ratu Tisha bertumpu tangan usai Kongres Luar Biasa PSSI di Jakarta, Kamis (16/2/2023). Pada kongres tersebut Erick Thohir resmi terpilih sebagai Ketua Umum PSSI sementara Zainuddin Amali dan Ratu Tisha terpilih sebagai Wakil Ketua Umum PSSI untuk kepengurusan 2023-2027.
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Ketua Umum PSSI periode 2023-2027 Erick Thohir bersama Wakil Ketua Umum Zainuddin Amali dan Ratu Tisha bertumpu tangan usai Kongres Luar Biasa PSSI di Jakarta, Kamis (16/2/2023). Pada kongres tersebut Erick Thohir resmi terpilih sebagai Ketua Umum PSSI sementara Zainuddin Amali dan Ratu Tisha terpilih sebagai Wakil Ketua Umum PSSI untuk kepengurusan 2023-2027.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar Manajemen Prestasi Olahraga, Djoko Pekik Irianto, berharap di bawah kepemimpinan Erick Thohir ada reformasi yang fundamental di tubuh PSSI. ET, sapaan Erick Thohir, terpilih sebagai Ketua Umum PSSI 2023-2023 pada perhelatan KLB PSSI di Hotel Shangri La, Jakarta, Kamis (16/2/2023).

''Selamat atas terpilihnya Pak Erick Thohir sebagai ketua umum PSSI 2023-2027. Masyarakat Indonesia berharap pada satu reformasi yang fundamental di dalam tubuh PSSI, sehingga mampu menduniakan sepak bola Indonesia utamanya dalam waktu dekat adalah untuk World Cup U20,'' kata Djoko Pekik saat dihubungi Republika.co.id, Jumat (17/2/2023).

"Ini tentu menjadi bagian dari keberhasilan kepengurusan sekarang, kemudian yang harus dilakukan secara mendasar adalah bagaimana melakukan pembinaan sepak bola usia muda. Karena, selama ini saya merasa bahwa usia muda ini belum digarap dengan sungguh-sungguh,'' ujarnya.

Djoko mengakui memang ada banyak sekolah sepak bola (SSB), tapi pengelolannya tidak bagus atau belum proporsional. Belum ada kurikulum dan pelatihan yang berstandar dalam pembinaan usia muda.

Kompetisi-kompetisi usia muda masih yang kemarin-kemarin seperti KU12, KU14 dan sebagainya. PSSI selama ini lebih fokus pada kompetisi elite seperti Liga 1, Liga 2 dan Liga 3. 

''Juga tradisi untuk naturalisasi pemain perlu ditinggalkan. Dalam waktu pendek sih oke ya,'' katanya. ''Tapi itu tidak bisa menjadi satu ukuran tolak ukur pembinaan karena kita tidak bisa menyiapkan sendiri dengan pola latihan yang sesuai dengan kondisi Indonesia. Naturalisasi belum bisa mem-backup peningkatan prestasi.''

Djoko pun menyarankan bagaimana pembenahan atlet sepak bola usia muda. Salah satunya yakni akademi sepak bola harus dijalankan dengan manajemen yang memiliki standar kurikulum berkualitas. Pelatih-pelatih berlisensi AFC juga harus diperbanyak.

"Jumlah total pelatih itu, kalau dibandingkan dengan Jepang, kita tertinggal jauh. Kita hanya punya pelatih kira-kira 8.000 atau 7.000. Tapi Jepang yang negaranya tidak lebih besar dibanding kita, mereka punya 80.000 pelatih,'' ujarnya.

"Yang tidak kalah pentingnya adalah bersih-bersih dari hal-hal yang kemarin-kemarin terjadi. Ada match fixing, ada berjudian, macam-macam lah. Tentu itu harus disingkirkan jauh-jauh, sehingga kita bisa konsentrasi yang profesional, sehingga ya istilah saja adalah menduniakan sepak bola Indonesia itu menjadi tugas yang harus dilakukan oleh pak Erick."

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement