REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat sepak bola nasional Sigit Nugroho mengapresiasi kebijakan Ketua Umum PSSI Erick Thohir menyumbangkan 10 persen hasil penjualan tiket FIFA Matchday antara Indonesia Vs Palestina untuk untuk mendukung perjuangan Palestina.
Menurut Sigit, FIFA Matchday yang akan dilaksanakan di Gelora Bung Tomo, Surabaya, Jawa Timur, pada 14 Juni 2023 menjadi laga yang istimewa. Sebab, Erick Thohir telah menunjukkan cara yang lebih elegan dalam membela perjuangan Palestina. Hal itu dinilai sangat tepat dan positif sehingga dapat dukungan penuh dari masyarakat Indonesia.
“Keputusan PSSI menyumbangkan 10 persen hasil penjualan tiket untuk Palestina, saya kira akan dimaknai sangat positif oleh mayoritas orang Indonesia, apalagi Palestina. Ini bisa jadi ungkapan kepedulian terhadap bangsa yang sedang terjajah,” kata Sigit Nugroho kepada wartawan, Selasa (6/6/2023)
Dikatakan Sigit, sikap PSSI dalam mendukung perjuangan Palestina sejalan dengan konstitusi negara, tetapi dikemas secara apik yakni dengan menggalang aksi solidaritas melalui sepak bola. Hal itu, kata Sigit, sama persis dengan apa yang dilakukan Irlandia dalam membantu Palestina
“Indonesia dan Irlandia saat baru merdeka, pernah dibantu Palestina secara finansial. Mayoritas orang Irlandia padahal beragama Katholik. Artinya, solidaritas mulia ini lintas agama,” ucapnya.
Dijelaskan Sigit, keberpihakan PSSI kepada Palestina bisa diartikan sebagai aksi solidaritas kemanusiaan dari insan sepak bola Indonesia. Sehingga, tidak ada tendensi politik yang melatarbelakangi bantuan tersebut.
"Bahwa PSSI peduli terhadap kekurangan sandang dan pangan di Palestina, sebagaimana PBB dan WHO kerap memiliki kepedulian yang sama,” ungkapnya.
“Saya yakin, PSSI melalui Pak Erick, mampu membangun narasi positif, sebagai bagian dalam diplomasi politik dan sepak bola,” tambahnya.
Sigit pun mengakui cara elegan Erick Thohir dalam membantu Palestina tanpa memasukan unsur politik dalam sepak bola, karena sepak bola Indonesia masih dalam pantauan FIFA.
Terlebih, masalah penjajahan Israel atas Palestina sangat rentan dengan politik yang bisa saja dijadikan FIFA untuk menghukum sepak bola Indonesia.
“Udah bagus, tapi dipisahkan sebab ada kekuatiran isu ini ditangkap FIFA sebagai isu politik. Kita baru saja dicoret FIFA sebagai tuan rumah Piala Dunia U-20, karena itu pisahkan solidaritas PSSI dengan solidaritas unsur lain,” bebernya.
Senada dengan Sigit, pengamat sepak bola lainnya R. N. Bayu Aji mengatakan, sumbangan 10 persen penjualan tiket laga FIFA Matchday harus dimaknai sebagai sumbangsih kemanusiaan, karena kemanusiaan di atas segalanya dalam kaitannya dengan sepak bola.
“Sepak bola memang syarat dengan nilai, baik nilai olahraga sportifitas, nilai bisnis ekonomi, lifestyle sampai dengan politik kebangsaan,” kata Bayu Aji.
Buat Bayu Aji, sepak bola tak semata-mata soal olahraga tetapi juga sebagai satu alat untuk persatuan, menyampaikan berbagai gagasan dan sikap, termasuk keberpihakan pada nilai-nilai kemanusiaan yang sedang ditunjukkan oleh Erick Thohir dan PSSI.
“Keberpihakan kemanusiaan dan kedaulatan untuk Palestina menunjukkan bahwa sepak bola merupakan salah satu alat untuk menyampaikan berbagai macam gagasan dan sikap,” tegasnya.