REPUBLIKA.CO.ID, PARIS -- Kapten tim nasional Prancis, Kylian Mbappe berbicara tentang situasi terakhir di negaranya. Gelombang protes bermunculan setelah aksi anarkis polisi menembak remaja berusia 17 tahun.
Korban bernama Nahel M. Ia tewas saat berkendara di kota Paris, pada Selasa (27/6/2023) malam, waktu setempat. Mbappe turut mengecam tindakan petugas keamanan.
Ia meminta semua orang lebih baik melakukan protes dengan cara konstruktif, yakni dengan aksi damai. Sebab, itu cara terbaik yang bisa dilakukan.
"Kekerasan tidak menyelesaikan apa-apa, terutama ketika hal itu berbalik melawan mereka yang mengungkapkannya," tulis Mbappe di Instagram-nya, dikutip dari BBC, Sabtu (1/7/2023).
Lebih dari 900 orang ditangkap pada Kamis (29/6/2023) malam. Keesokan harinya, demonstrasi berlanjut. Pemerintah akan mengerahkan 45 ribu personel polisi guna menahan aksi tersebut.
Dari Lille dan Roubaix di utara hingga Marseille di selatan, toko-toko dijarah. Jalanan dirusak. Mobil-mobil dibakar.
Mbappe berbagi kesedihan dengan keluarga dan rekan Nahel. Ia juga tumbuh dari pinggiran Paris. Tepatnya di daerah timur laut bernama Bondy.
Namun ia tidak ingin, situasi ini berdampak pada kerusahan karena itu bukan langkah solutif. Orang tua korban juga menyerukan hal serupa.
"Saatnya kekerasan (demonstrasi anarkis), digantikan oleh masa berkabung, dialog, dan rekonstruksi," kata Mbappe.
Buntut dari situasi ini, ajang balap sepeda Tour de France akan ditinjau lagi pelaksanaanya di negeri Napoleon Bonaparte itu. Saat ini, gelaran masih berlangsung di Bilbao, Spanyol. Rencananya, pada Senin (3/7/2023), berlanjut ke Prancis. Penyelenggara balapan masih terus berkoordinasi dengan pihak berwenang guna mencari jalan keluar.