Rabu 19 Jul 2023 06:40 WIB

Pengamat: Komitmen Erick Thohir di BUMN & PSSI Indikasi Calon Pemimpin Nasional yang Baik

Indonesia membutuhkan calon pemimpin nasional yang tak sekadar transaksional.

Menteri BUMN sekaligus Ketua Umum PSSI Erick Thohir dinilai memberikan contoh kepemimpinan yang baik.
Foto: Dok PSSI
Menteri BUMN sekaligus Ketua Umum PSSI Erick Thohir dinilai memberikan contoh kepemimpinan yang baik.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dekan Fakultas Psikolog Universitas Airlangga, Prof Suryanto menuturkan, untuk membawa bangsa Indonesia menjadi maju, dibutuhkan sosok seorang pemimpin yang memiliki jiwa kepemimpinan dan dapat memberikan contoh yang baik. Sehingga apa yang dilakukan harus sesuai dan konsisten dengan apa yang diucapkan. Prof Suryanto pun menilai yang dilakukan Erick Thohir sebagai menteri BUMN dan ketua umum PSSI, sebagai salah satu indikasi calon pemimpin nasional yang baik.

Ia berkata, setelah menjadi contoh yang baik, sosok calon pemimpin bangsa ke depan juga harus konsisten menjalankan perannya sebagai pemimpin. Menurut Suryanto konsisten ini tentu yang baik dan idealis, serta harus mengerti mengenai teknologi, sehingga nantinya calon pemimpin bangsa itu tidak gagap teknologi dan dapat mengetahui mengenai kondisi kekinian melalui teknologi telekomunikasi.

"Bisa saja apa yang dilakukan Erick di berbagai kesempatan dengan memberikan contoh kepemimpinan di BUMN dan PSSI menjadi salah satu indikasi sebagai calon pemimpin nasional yang baik. Situasi sosial politik dan ekonomi mendatang sangat membutuhkan sosok pemimpin yang lengkap. Namun saya ingin menyembut nama sosok," ucap Prof Suryanto.

Ia berujar, secara psikologis pemimpin memberikan contoh yang baik dan konsisten akan mempengaruhi anak buahnya. Jika calon pemimpin memiliki karakter yang ideal, maka mau tak mau menurut Suryanto akan mempengaruhi anak buahnya.

"Karena secara psikologi prinsip pemimpin adalah mempengaruhi orang lain, sehingga diharapkan dapat membawa perubahan yang lebih baik pada anak buahnya dan akhirnya kepada masyarakat," kata dia.

Selain itu menurut Suryanto, di masa mendatang Indonesia membutuhkan calon pemimpin nasional yang tak sekadar transaksional dengan lembaga tertentu. Sehingga calon pemimpin nasional mendatang memiliki komitmen terhadap kemajuan bangsa Indonesia.

"Saat ini banyak orang yang menjadi pemimpin karena transaksional. Saat ini bukan eranya lagi orang yang berkuasa karena transaksional," ucap Prof Suryanto.

Indonesia, masih kata Prof Suryanto, membutuhkan sosok pemimpin yang bisa kerja, bukan hanya pintar ngomong. "Pemimpin yang memiliki karakter seperti itu dapat menjawab tantangan dan membawa bangsa Indonesia menjadi lebih maju lagi," kata Suryanto.

Menurut Suryanto, saat ini pemilih muda sudah sangat kritis dan rasional. Bahkan anak muda saat ini sudah dapat melihat calon pemimpin tersebut bisa kerja atau hanya pencitraan saja. Tak cukup meyakinkan pemilih sekarang dengan jargon. Suryanto mengakui memang opini publik calon pemimpin nasional bisa dibangun melalui media sosial.

"Namun tidak semua opini yang dibangun melalui buzzer sukses. Pemilih muda saat ini sudah sangat cerdik dan dapat melihat sosok calon pemimpin nasional yang bisa kerja atau yang hanya sekadar dibangun melalui opini. Apalagi banyak opini yang dibangun buzzer itu tidak logis. Model pencitraan yang dibangun oleh calon pemimpin nasional melalui buzzer menurut saya kedepannya akan tak disukai masyarakat. Imbasnya bisa nanti tak dipilih," ujar Prof Suryanto.

Erick Cawapres Pilihan

Survei yang dilakukan berbagai lembaga survei terus menempatkan Erick Thohir sebagai cawapres pilihan masyarakat Indonesia. Bahkan trend kenaikan elektabilitas sebagai cawapres ketua umum PSSI ini terus meningkat.

Tingginya elektabilitas Erick ini membuat dirinya kerap ditanya mengenai visi misi sebagi cawapres. Namun sebagai seorang pembantu Presiden Jokowi, Erick tidak terlalu sreg jika dikaitkan dengan kontestasi pilpres 2024.

Di berbagai kesempatan Erick selalu menekankan visinya saat ini adalah tegak lurus dengan visi Presiden Jokowi ”Jadi, jangan kita bicara, ’karena saya menteri, saya kebetulan dilahirkan dari keluarga mampu, ini visi saya’. Tidak bisa. Saya selalu bilang, visi itu terjadi ketika kita mendengar. Nah, itu yang harus bisa menyelesaikan,” tutur Erick.

Selain visi mendengar, di berbagai kesempatan Erick juga kerap memberikan contoh mengenai etos kerja, jujur dan amanah. Bahkan contoh tersebut tersebut dijadikan sebagai panduan perilaku dari setiap sumber daya manusia di BUMN melalui AKHLAK BUMN.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement