Selasa 27 Jul 2010 07:15 WIB

Liku Perjalanan Perempuan Petinju Asal Afghanistan

Rep: Agung Sasongko/ Red: irf
Shala Sekandari
Shala Sekandari

REPUBLIKA.CO.ID, LONDON--Habisnya kekuasaan Taliban secara perlahan menjadikan Afghanistan menjadi hidup lebih liberal. Pendudukan AS terhadap negara itu pun menjadikan situasi menjadi semkain buruk.

Di luar himpitan konflik di Afganistan, dua orang remaja perempuan kelahiran Afganistan tengah berjuang mendapatkan emas melalui ajang olimpiade 2012 di London, Inggris. Impian itu coba mereka wujudkan melalui ajang tinju.

"Di Afganistan terlalu banyak kekerasan dan fitnah terhadap perempuan. Karena itu, saya datang kesini dan bertanding. Saya merasa bebas. Di tempat ini (ring tinju), kami, seluruh perempuan berbicara dan berlatih. Di tempat ini pula, saya dan semua perempuan merasa bebas," ungkap Shahla Sekandari, salah seorang dari dua perempuan Afganistan yang akan bertanding di Olimpiade.

Selama menggeluti tinju, Shala berhasil menggondol medali perunggu dalam hajatan Asian Indoor Games di Vietnam, November tahun lalu. Kini, ia menjadi andalan negaranya untuk menunjukan eksistensi Afganistan dari keterpurukan. Sejauh ini, ia begitu dihormati keluarganya dan juga mendapat intimidasi dari mereka yang melihat tinju jauh dari kata Islami.

Shahla yang merupakan anak dari ayah berdarah Uzbek dan Ibu yang berdarah Tajik, tertarik dengan tinju setelah ia menekuni judo. Keluargnya, termasuk tiga adik laki-laki dan dua adik perempuannya tidaklah mengetahui apa yang digeluti Shahla. "Awalnya, keluarga saya tidak menyetujui, kecuali ayah saya. Lalu, kata dia, lakukan saja apa yang ingin kamu lakukan. Jangan pernah memikirkan perkataan orang lain, kamu bukan anak perempuan saya, tapi kamu anak saya," kenang Shahla.

"Mereka adalah pelajar yang baik, mereka perempuan baik-baik, dan mereka mendapat pendidikan yang baik serta mahir berolahraga, "komentar pelatih Shala, Saber Sharifi seperti dikutip dari Telegraph, Senin (26/7).

Meski gemar bertinju, tidak menjadikan Shahla lupa pendidikan. Kini, ia sedang menjalani pendidikan di sebuah kampus. Ketika selesai menekuni studi bahasa Inggris, ia segera melepas jilbab dan menggantinya dengan pakaian olahraga. Sebagian temannya, ada pula yang masih mengenakan jilbab.

"Ketika saya kembali dari Vietnam, ada sejumlah orang yang meminta saya untuk berhenti menjadi petinju. Tapi saat itu, saya katakan pada mereka, ini adalah pilihan saya, hidup saua. 90 persen lebih, orang Afganistan tidak memperoleh pendidikan yang layak. Mereka berpandangan negatif tentang perempuan," keluhnya.

"Saya ingin mengatakan kepada para perempuan di Afganistan, mereka harus kembangkan diri mereka dan tidak perlu takut dengan apa yang diperbincangkan orang. Hidup ini untuk pendidikan, hidup ini untuk berlatih dan belajar. Negara kita membutuhkan itu semua," seru Shala.

Sementara itu, Sadaf Rahimi, yang kini berusia 17 tahun, memiliki harapan untuk berbuat banyak di Olimpiade. Ia mengaku menjadi tertarik ketika dirinya menjadi pengungsi di Iran. Ketika ia memutuskan menjadi petinju, sosok yang begitu bahagia adalah ibunya, namun ayahnya terlihat murung. "Seiring sejalan, ayah saya bisa menerimanya," kata dia.

Sadaf mengaku trauma dengan perlakuan Taliban terhadap perempuan. Mereka (taliban), kenang Sadaf, dengan seenaknya menghukum perempuan dan mengharuskan perempuan tidak meninggalkan rumah tanpa burka.

Berkat pilihannya, Sadaf telah berkeliling negara Asia. September mendatang, ia akan bertanding dalam ajang International Boxing Association Women di Bardabos. Di Bardabos, Sadaf akan menghadapi tantangan dari petinju wanita dari Kazakstan, Cina dan India.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement