REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK--Dewan Keamanan PBB, Senin (20/12), akan menyelengarakan sidang mengenai ketegangan yang meningkat di semenanjung Korea sementara Rusia menyatakan kemarahannya karena hal itu tidak dilakukan sebelumya.
Rusia mendesak Korea Selatan (Korsel) dan Amerika Serikat (AS) untuk membatalkan pelatihan militer dengan menggunakan peluru tajam di perbatasan Korea yang Korea Utara (Korut) peringatkan bahwa aksi itu akan dapat membawa "bencana " bagi kedua pihak.
Setelah memanggil duta-duta besar Korsel dan AS di Moskow, Jumat Rusia menginginkan Dewan Keamanan PBB melakukan "sidang darurat", Minggu, kata dubes Rusia untuk PBB Vitaly Churkin.
AS adalah ketua Dewan Keamanan untuk bulan Desember dan Churkin mengatakan misi AS "menolak melakukan satu pertemuan seperti itu hari ini. Kami menyesalkan itu. Kami yakin satu tindakan seperti itu oleh ketua dewan melanggar praktek yang ada di dewan itu."
"Kami menganggap jika tidak dilakukan segera tindakan maka situasi di semenanjung Korea akan menjadi lebih tegang," kata Churkin dalam satu jumpa wartawan.
AS menolak kecaman mengenai pengaturan sidang itu. AS mengatakan permintaan itu diterima Sabtu dan setelah melakukan konsultasi dengan Rusia dan negara-negara anggota lain dari 15 anggota dewan ditetapkan sidang akan diselenggarakn Ahad pagi waktu setempat (Senin WIB).
Dewan Keamanan PBB belum mengeluarkan pernyataan atau melakukan tindakan terhadap serangan artileri Korut ke pulau Yeonpyeong bulan lalu yang menewaskan dua wara sipil dan dua marinir Korsel.
China, yang anggota tetap dewan itu menghambat tuntutan bagi satu pernyataan yang mengecam keras Korut, termasuk setiap saran bahwa Korut melancarkan serangan itu, kata para diplomat.
Korut mengancam akan melancarkan serangan balasan yang lebih mematikan terhadap Korsel jika pelatihan yang menurut rencana akan dsieenggaraan 18 dan 21 Desember di perairan pulau Yeonpyeong , yang terletak di perbatsan laut yang disengkatakan dua negara itu.