REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Anggota Komisi X DPR RI Dedy "Miing" Gumelar menyatakan bahwa kucuran APBD untuk klub-klub sepak bola dilarang sejak 2007. "Ini harus diingatkan kepada bupati dan wali kota bahwa sejak 2007, dilarang mengucurkan APBD untuk klub-klub sepak bola," katanya di gedung DPR/MPR Jakarta, Jumat.
Dia mengatakan, hingga kini diperkirakan masih ada pemerintah daerah yang mengucurkan anggaran ke klub-klub sepak bola di daerahnya. "Dengan alasan apapun, termasuk asalan pembinaan olahraga sekalipun, kebijakan itu dilarang, tidak boleh lagi," katanya.
Dia mengemukakan, kucuran APBD ke klub-klub sepak bola berpotensi menimbulkan persoalan hukum di kemudian hari. "KPK perlu menelusuri kucuran dana APBD ini ke klub-klub sepak bola," katanya. Untuk menghindari persoalan hukum, kata anggota Fraksi PDIP DPR RI itu, kebijakan tersebut harus dihentikan.
Dia menyatakan, meski ada kucuran dana APBD, tetapi prestasi sepak bola tetap memprihatinkan. Bukan hanya sepak bola, tetai juga prestasi cabang olah raga lainnya. Yang lebih memprihatinkan, kata dia, pembinaan olahraga di tingkat remaja saat ini bisa dikatakan tidak ada sama sekali. Bahkan melalui jalur pendidikan pun dihentikan sama sekali.
"Pembinaan di tingkat remaja dihentikan. SGO, IKIP dibubarkan. Padahal dari sekolah-sekolah itu bibit prestasi bisa dibina dan calon pelatih olahraga bisa menimba ilmu lebih mendalam mengenai teori dan praktik," katanya.
Akibatnya, pelatih olah raga nasional pun minim basis pendidikan sehingga prestasi olah raga anjlok. "Apalagi tak ada pembinaan. karena itu, harus ada kesadaran kolektif untuk tingkatkan prestasi," katanya.
Terkait pembinaan sepak bola, dia mengatakan, harus dilakukan dengan sistem yang baik. Hal itu bisa diwujudkan melalui kepengurusan PSSI yang harus dirombak total. "Kalau pada Kongres PSSI April 2011, prestasi akan hancur kalau pengurusnya diperpanjang dan orang-orang yang ada di PSSI sekarang masih bercokol," katanya.
Karena itu, kata dia, pihak yang berada dalam gerbong Liga Primer Indonesia (LPI) beserta simpatisannya harus merebut kepengurusan PSSI. "Kalau pengurusnya itu-itu lagi, saya yakin tak akan maju prstasi sepak bola kita," katanya
Dia menyatakan, peluang pengurus lama menguasai kembali PSSI tetap terbuka lebar. "Misalnya, politik uang terhadap pengda- pengda PSSI itu," katanya.
Dia mengingatkan bahwa rangkap jabatan antara pejabat di daerah dan pengurus cabang olah raga dilarang berdasarkan undang-undang. "Anehnya, ketua umum KONI masih melantik pejabat daerah dan birokrat di daerah yang menjadi pengurus cabang olah raga di daerahnya. Padahal itu pelanggaran berdasarkan ketentuan UU," katanya.