REPUBLIKA.CO.ID, Diperkirakan satu miliar orang di dunia saat ini menjalankan ibadah puasa di bulan Ramadhan. Para pesepakbola Muslim di seluruh penjuru dunia pun ikut menjalankan rukun Islam ketiga itu.
Dengan kewajiban menjalankan ibadah puasa tersebut, tak terhindarkan lagi jika ibadah di bulan Ramadhan juga ikut memengaruhi rutinitas mereka.
Yang kemudian jadi pertanyaan adalah bagaimana pesepakbola Muslim mengkondisikan diri dengan rutinitas latihan dan bermain dalam karir sepakbola mereka, dan bagaimana industri sepakbola beradaptasi kepada kebutuhan pemain tersebut saat ini?
Pertanyaan ini sepertinya bisa ditanyakan kepada sejumlah pemain terkenal di Eropa yang beragama Islam. Karim Benzema, Mesut ozil, Hamit Altintop, Samir Nasri, Abou Diaby, Frederic Kanoute dan Nicolas Anelka adalah beberapa pemain Muslim yang saat ini masih menjalankan kewajiban mereka sebagai umat Islam.
Beberapa dari mereka tetap menjalankan ibadah selama sebulan penuh, termasuk di hari ketika mereka memiliki kewajiban berlatih dan bermain. Tapi tak sedikit juga pemain yang mencari dispensasi karena alasan berpuasa dan mencari hari pengganti untuk menunaikan kewajiban mereka itu.
Di Inggris, puasa menjadi ujian tersendiri. Untuk tidak makan dan minum saja, Muslim harus melakoninya mulai pukul 05.00 pagi hingga 21.00 malam. Itu artinya pemain di Eropa harus berpuasa hingga hampir 16 jam.
Bandingkan dengan di Asia, terutama di Indonesia yang kurang lebih tidak makan dan minum selama 13-14 jam. Menurut Nick Worth, direktur medis klub Al Jazira di Abu Dhabi, puasa, apakah itu akan memberatkan pesepakbola atau malah meringankan, tergantung pada niat dari pemain itu sendiri.
"Semua tergantung pada fokus individu itu sendiri. Karena keyakinan seorang Muslim menjadi dasar dari kehidupan mereka di waktu yang penting. Keyakinan mereka menjadi yang utama dibanding sepakbola," tuturnya.
Ditambahkannya untuk bisa tetap kuat berpuasa, pemain harus menjaga pentingnya mengkonsumsi air dan nutrisi sebelum melakukan aktivitas fisik. Bagi Amr Zaki, berpuasa adalah kewajiban seorang Muslim dan jika tidak dalam kondisi sakit atau bepergian, dia akan tetap berusaha menjalankannya.
"Ketika saya berada di Inggris, saya sangat berniat untuk bisa berpuasa sepanjang waktu dan tetap berdoa dan juga membaca Alquran di waktu luang saya. Saya berpuasa setiap hari dan saya tak merasa performa saya jadi terganggu. Malah saya merasa jauh lebih kuat. Saya sudah banyak menjalani pertandingan di mana saya tetap berpuasa," ungkapnya.
Amr Zaki bahkan lebih memilih tidak dimainkan jika diminta untuk tidak berpuasa hanya karena kekhawatiran pada kondisi kesehatannya. "Manajer saya di Wigan Steve Bruce pernah mengatakan kepada saya bahwa dia memahami keputusan saya untuk tetap berpuasa, tapi dia tak bisa membolehkan saya bermain saat berpuasa," ujar Zaki.
"Dia meminta saya untuk memilih. Saya memilih untuk tetap berpuasa, tapi kemudian saya bermain di sejumlah pertandingan tanpa memberi tahunya saya sedang berpuasa dan saya tetap bermain bagus tanpa ada masalah," tegasnya.
Apa yang dilakukan Steve Bruce, dengan memahami keputusan pemain tetap berpuasa saat bertanding mendapat pujian. Tapi tidak dengan Jose Mourinho, yang malah mempertanyakan keputusan Sulley Ali Muntari menjalankan kewajiban umat Islam pada 2009.
Mourinho pada waktu itu mengatakan, "Muntari punya masalah yang berkaitan dengan Ramadhan, mungkin dengan kondisi cuaca yang panas, situasinya tidak bagus untuknya menjalankan puasa."
"Ramadhan tidak datang di momen yang ideal bagi pemain untuk bisa memainkan pertandingan sepakbola," ujarnya.
Karena pernyataannya itu, Mourinho mendapat kritik tajam dari komunitas Muslim di Italia. Terlepas dari hal itu, ada juga pemain yang lebih memilik fleksibel dalam menjalankan ibadah puasa. Ahmed Mido Hossam, mantan striker Tottenham Hotspur dan Roma misalnya, yang memilih tidak berpuasa saat menjalani pertandingan.
"Di Inggris, saya menjalankan puasa saat Ramadhan kecuali saat pertandingan, tapi sebelum saya melakukannya, saya sudah meminta nasihat apakah saya bisa melakukannya. Mereka mengatakan boleh saja tidak berpuasa saat pertandingan, asal saya membayarnya di hari lain di luar Ramadhan," cerita Hossam.
Sementara Mesut Ozil memilih untuk tidak berpuasa saat berlatih, apalagi bermain. "Karena tuntutan pekerjaan, saya tak bisa menjalankan ibadah di bulan Ramadhan dengan benar. Saya hanya berpuasa di hari yang memungkinkan untuk melakukannya, ketika saya memiliki hari bebas. Tapi selain dari itu tidak mungkin, karena Anda harus minum dan makan dalam jumlah banyak untuk bisa mendapatkan kondisi fisik yang bagus," ungkapnya.
Namun apa yang diyakini Ozil itu tidak diamini oleh seorang Imam yang berada di London, yang juga merupakan anggota dari Muslim Council of Britain, Ajmal Masroor.
"Memang ada pengecualian untuk tidak berpuasa di bulan Ramadhan, saat sakit atau bepergian. Tapi jika seorang pesepakbola mengatakan saya tak bisa memenuhi tuntutan profesionalitas kewajiban saya saat puasa, saya tak menganggapnya mereka memiliki alasan yang tepat. Petugas pemadam kebakaran tetap harus berpuasa, demikian juga petugas polisi, guru dan lainnya lagi, karena inilah salah satu tantangan yang harus dijalani," paparnya.
Akan tetapi, sambungnya, apabila ada even seperti Olimpiade yang datang saat Ramadhan, yang mungkin kesempatan sekali seumur hidup bagi seorang atlet, atau Piala Dunia, maka pengecualian bisa diambil.
"Jika seorang pesepakbola berpenghasilan 100 ribu poundsterling per minggu mengatakan berpuasa akan mengancam karirnya, maka hal itu tidak bisa dijadikan alasan, karena pada hakikatnya sebulan berpuasa dan beribadah bisa menjadi hal yang sangat menguntungkan bagi pemain tersebut," lanjut Masroor.
"Saya rasa, jika kita memang mengadopsi banyak budaya, memposisikan diri sebagai manusia multikultural, maka klub dan pelatih harus bisa beradaptasi dengan Ramadhan untuk pemain Muslim mereka," pungkasnya.