REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) akan mengambil alih tongkat kepengurusan PSSI jika FIFA resmi menjatuhkan sanksi pada Indonesia. Langkah KONI ini sangat mendesak untuk dilakukan agar sepak bola Indonesia terlepas dari tarik menarik kepentingan dua kelompok yang berpolemik di sepak bola nasional.
Sekertaris tim rekonsiliasi PSSI bentukan KONI, Sudirman mengatakan semua pihak harus mengawal penyelesaian polemik PSSI di forum internasional. Apapun hasilnya nanti, keputusan FIFA harus dilaksanakan. “Kita harus sama-sama kawal proses di FIFA. Namun jika FIFA menjatuhkan sanksi, KONI yang akan mengambil alih,” ujar Sudirman saat dihubungi wartawan.
Menurutnya, hanya KONI yang bisa menyelamatkan sepak bola Indonesia dari polemik. KONI, lanjut Sudirman, akan mengedepankan azas netralitas dalam menyelesaikan polemik sepak bola nasional. Karena itu, solusi ambil alih adalah opsi terakhir jika seluruh langkah rekonsiliasi dan jalur hukum mentok.
“KONI akan menyampaikan ke pemerintah juga kasih pemahaman ke FIFA. Ini jadi harapan besar untuk menyelamatkan sepak bola. Karena ada urgensi pahit untuk selamatkan sepakbola nasional,” kata Sudirman menjelaskan langkah KONI bila sanksi FIFA dijatuhkan.
Dia membantah bahwa langkah KONI adalah bentuk campur tangan untuk memojokkan satu kelompok. Sebaliknya, KONI punya kewenangan yang diatur dalam statutanya yang memperbolehkan badan olahraga nasional itu bertindak cepat untuk menyelesikan sengketa olahraga. “Itu hak konstitusional koni, yang bisa selamatkan koni, bukan yang lain, akan ambil alih setelah sanksi di FIFA,” katanya.
KONI pun mengelak tudingan bahwa mereka lebih menguntungkan pihak KPSI dan memojokkan PSSI Djohar Arifin. Menurutnya, KONI tidak ada kepentingan untuk membela salah satu kelompok. “Itu tidak benar, proses rekonsiliasi tidak boleh menyalahkan,” ujarnya.
Menurut KONI, polemik PSSI tidak sebatas masalah kompetisi namun juga polemik organisasi yang menyeret sejumlah klub dan anggota PSSI. Karena perpecahan sudah melebar dan menjangkit hingga ke pengurus daerah, KONI merasa langkah penyelamatan perlu dilakukan jika rekonsiliasi tidak tercapai.
“PSSI bilang tidak ada konflik organisasi tapi sebenarnya tidak. Sebelum rekonsiliasi, PSSI kirim surat ke FIFA jika mereka sedang mediasi difasilitasi KONI. Ini kan berarti ada pengakuan, saya pikir FIFA juga akan tunggu langkah dari KONI,” ungkapnya.
Dia kembali menegaskan bahwa PSSI salah menangkap maksud dari sembilan butir penyelesian polemik versi KONI. Menurutnya, opsi ambil alih adalah pilihan terakhir jika langkah penyelesaian hukum via arbitrase olahraga nasional dan internasional tidak digunakan PSSI dan KPSI.
“Tidak ada sama sekali upaya melemahkan PSSI. Kami malah arahkan agar polemik diselesaikan secara konsistusional ke ke Baori (Badan Arbitrase Olahraga Indonesia). Semua itu konstitusional karena beradasarkan sistem keolahragaan nasional dan statuta KONI,” pungkasnya.
Di pihak lain, PSSI menyayangkan langkah KONI yang mengancam mengambil alih PSSI. Komisi Strategi PSSI, Habil Marati mengungkapkan bahwa tidak ada alasan KONI menghukum PSSI.
Menurutnya, justru organisasi illegal di luar PSSi-lah yang harus ditindak. “Kami mengapresiasi langkah KONI yang hadir membuka Kongres PSSI di Palangkaraya. Tapi mengapa KONI menggunakan standar ganda dengan datang ke Kongres yang illegal yang mencatut nama PSSI,” kata Habil.
Menurutnya, tindakan KONI bisa diartikan sebagai dukungan terhadap organisasi yang berniat subversif. Karena itu, dia meminta KONI untuk lebih mendengarkan aspirasi PSSI yang disebutnya layaknya anak kandung Komite Olahraga Nasional.
“Kami harap ada solusi lebih bijak dari KONI agar tidak terjadi miss interpertasi di masyarakat dan justru pihak lain yang ingin menjatuhkan PSSI merasa diuntungkan dengan rekomendasi KONI tersebut,” pungkasnya.