Selasa 10 Apr 2012 20:32 WIB

KPSI Pecah Belah Skuat Merah Putih

 Mantan anggota Komite Eksekutif (Exco) PSSI, La Nyalla Mahmud Mattalitti, terpilih sebagai Ketua Umum PSSI dalam Kongres Luar Biasa (KLB) yang digelar Komite Penyelamat Sepak Bola Indonesia (KPSI) di Jakarta, Minggu (18/3).
Foto: Antara/Dhoni Setiawan
Mantan anggota Komite Eksekutif (Exco) PSSI, La Nyalla Mahmud Mattalitti, terpilih sebagai Ketua Umum PSSI dalam Kongres Luar Biasa (KLB) yang digelar Komite Penyelamat Sepak Bola Indonesia (KPSI) di Jakarta, Minggu (18/3).

REPUBLIKA.CO.ID,  Oleh Abdullah Sammy/Wartawan Olahraga Republika

Perpecahan sepertinya sudah menjadi keniscayaan pada dunia organisasi Indonesia. Mulai dari organisasi politik, hukum, hingga keagamaan tidak luput dari dualisme kepengurusan.

Tengok saja situasi yang pernah menjangkiti Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI). Organisasi HKTI sempat terpecah oleh kepentingan pengurus pusatnya yang didominasi orang atas negeri. Segala perpecahan yang menjangkiti HKTI tidak ada hubungannya dengan urusan petani yang bercocok tanam. Petani pun hanya jadi penonton dari konflik yang mengatasnamakan profesi para pencocok tanam.

Sama halnya seperti hajat hidup petani yang jauh dari konflik politik namun jadi korban polemik, pun halnya pesepakbola nasional yang kini terancam gigit jari akibat polemik organisasi. Di cabang yang harusnya menjadi ladang sportifitas, kata fair play lebih sekedar ucapan ketimbang tindakan para pengurus.

Lihat saja manuver KPSI yang mengkloning PSSI via Kongres Luar Biasa Solo. Peduli setan tidak ada izin FIFA, KPSI tetap melaju walau ancaman sanksi telah menanti sepak bola Indonesia.

Tidak cukup organisasi dikloning, KPSI malah mengambil tindakan yang berpotensi mencoreng martabat bangsa di forum internasional. KPSI berencana mendirikan sebuah tim nasional Indonesia baru di luar PSSI yang diakui FIFA yakni hasil Kongres Solo. Indonesia pun berpotensi menjadi negara pertama dunia yang memiliki dua tim nasional senior yang berbeda.

Namun KPSI tidak ambil peduli dengan risiko terpecah belahnya panji Merah Putih di forun sepak bola dunia. Sebaliknya, KPSI justru ambil langkah maju dengan menunjuk Alfred Riedl sebagai calon pelatih timnas. "Riedl dipersiapkan untuk timnas piala AFF," tegas Wakil Ketua "PSSI-nya" KPSI, Rahim Soekasah.

Sebuah pertanyaan besar pun muncul, timnas mana yang akan dilatih Riedl? Apakah Riedl bersedia menandatangani kontrak dengan organisasi yang belum diakui FIFA? FIFA sendiri sebelumnya hanya menegaskan pengakuan pada PSSI harus Kongres Solo yang memilik Djohar Arifin Husin sebagai ketua. Sebaliknya status "PSSI-nya" KPSI hingga kini masih "bodong"

Hingga kini Riedl yang sudah datang di Jakarta pada Ahad (8/4) terlihat hadir di kantor KPSI. Pertemuan dengan sejumlah petinggi KPSI pun telah dia lakukan. Hanya butuh kesepakatan kecil, Riedl pun segera diperkenalkan sebagai pelatih Marah Putih versi KPSI.

Riedl kepada wartawan mengaku dia akan segera mempersiapkan diri untuk menangani timnas di ajang piala AFF 2012. "Saya akan segera menyiapkan program persiapan selama tujuh bulan kedepan," ujar Riedl.

Pernyataan Riedl dan KPSI ini menjadi pertanda kuat bahwa skuat Merah Putih segera dilanda perpecahan. Sebuah kondisi yang menggambarkan terkoyaknya sisi nasionalisme akibat polemik kelompok.

Pemerintah sendiri langsung angkat suara terkait ancaman perpecahan skuat Merah Putih. Menurut pemerintah, hanya organisasi yang disahkan FIFA yang boleh mewakili panji Merah Putih di ajang sepak bola dunia.

"Tentu saja yg berhak membentuk Timnas adalah PSSI yang sah yangg diakui FIFA. Bagi pemerintah hanya ada satu PSSI, yaitu PSSI yg diakui FIFA. Lagi pula, kalau tdk diakui FIFA, mau bertanding dengan siapa?" ungkap Menpora Andi Mallarangeng lewat pesan singkat kepada wartawan.

Namun semua imbauan pemerintah dan ketetapan FIFA masih belum didengar KPSI. Ibarat anjing mengong-gong khafilah tetap berlalu, KPSI tetap bertekad membentuk timnas sendiri. Langkah yang mendekatkan sepak bola Indonesia pada sanksi FIFA. Sebuah kondisi yang sejalan dengan isi manifesto ketujuh Kongres KPSI yang memberi lampu hijau sanksi FIFA pada Indonesia, walau kemudian ayat ini direvisi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement