REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Ketua Umum PSSI hasil Kongres Luar Biasa, La Nyalla Mattalitti, mengatakan, klub-klub Indonesia Super League (ISL) tidak mengandalkan dana dari donatur, melainkan mencari sumber pemasukan sendiri. Sehingga, menurutnya wajar bila dalam perjalanannya terkendala masalah.
"Ini yang membedakan dengan klub-klub di liga sebelah (IPL) yang pendanaannya dari konsorsium. Ketika konsorsium seret, klub-klub tersebut kurang siap," ujar La Nyalla Mattalitti saat dihubungi, Selasa (29/5) malam.
Hal itu dikatakan La Nyalla terkait dengan pernyataan pengurus PSSI Djohar Arifin, Bernhard Limbong, yang menyebut pangkal persoalan klub-klub yang bermasalah pendanaannya, lebih disebabkan oleh seretnya dana dari donatur. La Nyalla mengakui, jika ada beberapa klub ISL yang bermasalah dengan pendanaan, terutama dalam dua-tiga bulan terakhir. Sehingga pembayaran gaji pemain menjadi kurang lancar.
Hanya saja, La Nyalla menegaskan, kesulitan itu murni karena antisipasi anggaran yang kurang tepat dan bukan lantaran dana donatur seret. "Tim ISL lebih profesional, tidak ada dana donatur. Hanya ada pembagian keuntungan di awal. Klub-klub bermasalah itu hanya melakukan kesalahan dalam mengantisipasi pengelolaan dan pemasukan klub," ujar La Nyalla berkilah.
"Mereka masih dalam proses transisi menuju level profesional. Ingat, dulu PT Liga Indonesia telah membuat blue print untuk menuju profesional dan hal itu membutuhkan proses dan waktu yang cukup lama," lanjutnya.
Lebih lanjut La Nyalla menyatakan, dari beberapa kontestan ISL musim 2011-2012, banyak klub yang mencari sumber pendapatan dari sponsor lokal. Sponsor tersebut kebanyakan merupakan perusahaan keuangan, perusahaan skala nasional yang berada saat asal muasal klub atau perusahaan-perusahaan pendukung yang bantuan dananya tidak terlalu besar.
"Meski begitu, klub juga terbantukan dari hasil penjualan tiket pertandingan. Beberapa sudah mandiri. Ini yang akan kami transfer ilmu dan pengalamannya ke klub-klub lain," ujarnya.
Kepemilikian klub di ISL, masih kata La Nyalla, juga dilakukan sesuai kepatuhan pada standar aturan Statuta, yakni seorang pemilik atau pembina hanya mengelola satu klub dan tidak seluruh kontestan kompetisi menggantungkan diri di bawah kekuasaan satu badan atau lembaga seperti halnya konsorsium.