Kamis 21 Jun 2012 04:40 WIB

Perkembangan Sepak Bola (X) Duo Reef dan Hughes

Rep: teguh setiawan/ Red: M Irwan Ariefyanto
Tim nasional Inggris
Foto: Reuters
Tim nasional Inggris

REPUBLIKA.CO.ID,Inggris mengklaim diri sebagai penemu sepak bola modern. Di luar Inggris, permainan sepak bola mengalami revolusi sekian kali, dan setiap negara berusaha membangun identitas bermainnya.

Herbert Champan- mantan pelatih Northampton Town, Huddersield dan Arsenal – tercatat sebagai pelatih yang sukses mengembangkan counterattacking style. Ia berteori kemenangan sebuah tim ditentukan kapan dan dalam situasi bagaimana sebuah tim memperoleh bola, dan menyerang dengan cepat, menciptakan kemelut di kotak penalti la wan, dan menghasilkan gol.

Chapman mengabaikan permainan banyak passing sebagai syarat membangun serangan dari bawah. Ia cenderung membiarkan lawan menyerang timnya, seraya berharap pemainnya merebut bola, dan melakukan serangan balik dari kedua sayap.

Permainan ini berlaku umum di Inggris sampai 1940-an. Namun, menurut teori Jonathan Wilson, yang umum tidak selalu baik. Inggris mengalami hal itu dengan dua kekalahan atas Hongaria.

Inilah yang mendorong Charles Reef, mantan prajurit AU Inggris, melakukan studi di tiga Piala Dunia dan Liga Primer. Reef mencatat tujuh dari sembilan gol tercipta dari permainan dua atau tiga kali passing. Lebih 80 persen gol di Liga Inggris dan di tiga Piala Dunia sepanjang 1950 sampai 1960-an, terbuat tanpa passing sequences.

Artinya, tidak perlu ada metode baku saat melakukan serangan. Bola yang diperoleh pemain belakang bisa dilepas ke salah satu pemain sayap, dilarikan pemain sampai ke pertahanan lawan, dan dilambungkan ke kotak penalti.

Di Piala Dunia 1996, Alan Ball memainkan first time passing untuk membuat panik lini belakang lawan. Ia berusaha tidak menahan bola yang datang kepadanya, tapi langsung me nendang jauh ke jantung per tahan an lawan. Hanya sekali ia membawa bola dari sisi kanan pertahann lawan, dan memberi umpan kepada Geoff Hurst, dan menjadi gol paling kontroversial dalam sejarah final Piala Dunia.

Di tahun 1980-an, Charles Hughes – menggunakan hasil studi Reef – un tuk menulis coaching manual berjudul The Winning Formula. Ia menjadi katalis bagi direct football di Inggris, di seluruh dunia, dan siapa pun yang membaca panduannya.

Hughes mendorong semua tim memainkan direct football; merebut bola di lini pertahanan, dan melepaskan umpan jauh agar bisa secepat mungkin mencetak gol. Ia menolak permainan banyak passing. Menurutnya, passing cukup tiga kali, sebelum bola sampai ke kotak penalti lawan. Spanyol pernah disebut La Furia Roja, yang artinya Si Merah Marah.

Julukan ini muncul saat Spanyol masih memainkan powerfull direct football. Mereka bergerombol memasuki kotak penalti, saat salah seorang rekannya melepas umpan lambung ke pertahanan lawan.

Artinya, Spanyol tidak pernah menolak mentah-mentah direct football. Sedangkan Inggris menolak mentah-mentah permainan banyak passing, dan penganut radikal sistem bermain yang dikembangkannya.

Inggris bukan tidak mengamati apa yang diperagakan Rinus Michels di Ajax dan timnas Belanda, atau abai dengan semua yang dilakukan Johan Cruyff di Barcelona. Sepanjang awal 1990-an, misalnya, Barcelona mempu mencetak gol dengan permainan lima sampai enam kali passing.

Selama beberapa tahun ditangani Cruyff, Barcelona rata-rata mencetak gol lebih banyak 20 persen dibanding lawan-lawannya di La Liga. Cruyff, dalam bahasa Robinson, sedang menetaskan anak ular ketika memperkenalkan cara bermain banyak passing.

Luis Aragones mengadopsi ‘ular’ dan membesarkannya mulai 2006. Sejak menjuarai Euro 2008, Spanyol bukan lagi La Furia Roja, tapi serpiente, alias sang ular. Di Barcelona, Pep Guardiola – lewat Xavi, Andres Iniesta, dan Lionel Messi – memperagakan tiki-taka dengan sempurna.

La larga serpiente ondulada, atau ular panjang yang meliuk-liuk, demikian orang Spanyol menyebut Barcelona. Julukan ini mengacu pada kebiasaan La Blaugrana menguasai bola, memainkannya dengan umpan umpan pendek cepat, berpindah dari sisi kiri dan kanan lapangan, atau menahannya di tengah dengan umpan umpan pendek ke depan, sebelum salah satu pemain memiliki kesempatan melepas umpan mematikan.

Inggris, dan juga Italia, terlanjur menolak tiki-taka. Robinson menggunakan sebait syair salah satu lagu Bob Marley untuk menyindir; The stone that the builder refuse, will always be the head corner stone. Batu yang ditolak tukang bangunan, akan selalu menjadi batu penjuru utama.

Tiki-taka yang ditolak kini menjadi pemainan sepakbola paling menghibur dalam sejarah industri sepak bola. Spanyol dan Barcelona menjadi masternya, mengalahkan jogo bonito yang pernah dimainkan Brasil.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement