REPUBLIKA.CO.ID,
Oleh: Abdullah Sammy
Ini bukan lagi soal PSSI versus KPSI. Bukan juga duel silat lidah antara Djohar Arifin Husin dan La Nyalla Matalitti. Karena ini adalah duel sepak bola selama 90 menit yang berhubungan dengan nama baik bangsa Indonesia.
Inilah kejuaraan sepak bola antara negara Asia Tenggara bertajuk Piala AFF 2012. Piala AFF akan mulai kick off Sabtu (24/11) di kota Bangkok dengan mempertemukan Thailand kontra Filipina di grup A.
Sehari berselang usai duel itu, giliran timnas Indonesia yang akan memulai perjuangannya melawan Laos di Stadion Nasional Bukit Jalil, Kuala Lumpur.
Kendati sepak bola Indonesia saat ini masih diliputi perpecahan, namun Asia Tenggara tidak ambil peduli. Bagi negara Malaysia, Laos, dan Singapura yang berada di grup B, target mereka hanya satu; yakni menumbangkan Merah Putih di atas lapangan!
Bagi Indonesia, Piala AFF menyajikan dua ujian nyata. Ujian adalah tantangan beradu prestasi dengan kekuatan tujuh negara Asia Tenggara lain. sejak Sea Games 1991, Indonesia sudah tidak lagi pernah merasakan manisnya melangkah di atas podium juara.
Di ajang Piala AFF, Indonesia hanya kebagian jadi penonton yang menyaksikan sang lawan mengangkat Piala di babak final. Tercatat, Indonesia empat kali tampil di babak final pada tahun 2000, 2002, 2004, dan terakhir tahun 2010 lalu, dan empat-empatnya berujung kekalahan.
Kendati di setiap gelaran selalu bergonta-ganti susunan pemain dan pelatih, tetap saja tim Garuda tidak mampu terbang ke langit tertinggi di Asia Tenggara. Bahkan secara bergantian, negara ASEAN “mempermalukan” Indonesia.
Awalnya Thailand yang jadi momok bagi timnas Indonesia di medio akhir 1990 hingga 2000an awal.
Saat prestasi sepak bola Thailand mulai menurun seiring dengan berakhirnya era Kiatisuk Senamuang, Tawan Sripan, dan Dusit Chalermsan, sepak bola Indonesia justru menemukan momok baru. Adalah Singapura dengan deretan pemain naturalisasinya yang membuat Indonesia gigit jari.
Pun halnya ketika prestasi sepak bola Singapura mundur, Indonesia masih juga belum mampu melepaskan rutinitas kegagalan. Kali ini, kebangkitan sepak bola Malaysia dengan sejumlah pemain mudanya membuat Garuda terkapar.
Dengan rentetan kisah tersebut, jadi sangat janggal bila ada salah satu pengurus sepak bola yang sempat berujar “Tim asuhan Nil Maizar akan mencatat kemunduran prestasi bagi sepak bola Indonesia” Pertanyaannya, sejak kapan prestasi sepak bola Indonesia maju di gelaran AFF??
Jadi kalau ada pihak-pihak yang berujar—Biarkan saja timnas kalah, karena timnas yang main di AFF bukan timnas kita....Bukan timnas yang diisi pemain berkualitas..Bukan timnas yang ada Alfred Riedl-nya...—pastinya kata-kata itu akan jadi bahan tertawaan bagi negara Asia Tenggara lain.
Karena selama ini, belum ada prestasi yang dihasilkan Indonesia, entah dengan pemain, pelatih, atau tim manapun. Selama ini, boleh dikatakan kelihaian sepak bola Indonesia benar-benar ciamik di luar lapangan saat para pendukung dan pengurus sepak bola bertarung membela kubunya “politik”nya masing-masing.
Yang mendukung PSSI, tentu habis-habisan mendukung segala produk dan kebijakan yang dihasilkan rezim Djohar Arifin. Pun sebaliknya, kubu KPSI menilai segala produk yang dihasilkan PSSI Djohar, tidak ada benarnya.
Dengan kenyataan itu tidak mengherankan bila bahasan media lebih banyak mengupas sisi di luar sepak bola ketimbang kegiatan di dalam lapangan. Karena memang faktanya sepak bola Indonesia lebih sakti di luar lapangan saat beradu debat.
Pada 25 November nanti barulah Indonesia akan juga akan diuji soal kualitas nyata seluruh elemen sepak bolanya. Asia Tenggara akan menunggu apakah Indonesia akan kembali memenuhi laman berita karena polemik atau prestasi. Asia Tenggara akan menunggu, apakah Indonesia memang hanya ahli bertarung di luar lapangan atau di dalam lapangan.
Asia Tenggara pun menunggu apakah teriakan suporter Indonesia kini lebih nyaring saat membela PSSI atau KPSI, ketimbang tim nasionalnya sendiri?
Segala ujian di Piala AFF itu bukan hanya akan menanti 22 pemain asuhan Nil Maizar, melainkan seluruh Nusantara. Karena bila kekalahan yang dipetik pada 25 November hingga 22 Desember 2012, maka dunia akan mencap kegagalan bagi seluruh elemen sepak bola Indonesia.
Sebaliknya, kemenangan yang dihasilkan di Piala AFF, berarti kemenangan pula untuk PSSI, KPSI, dan seluruh Indonesia!