REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- "Saya tidak ada uang. Saya ingin tiket pulang. Saya tidak mau mati di sini (Indonesia). Saya ingin dekat dengan mamah," itulah yang diucapkan pemain Persis Solo Diego Mendieta, satu hari sebelum ajal menjemputnya.
Pemain asal Paraguay itu menjadi korban atas bobroknya persepakbolaan Indonesia. Niatnya mengadu nasib di Indonesia berujung dengan tragis, kematian.
Mendieta menghembuskan nafas terakhirnya di Rumah Sakit Moewardi Solo, Senin (3/12) malam. Pesepak bola kelahiran 13 Juni 1980 ini tak kuasa menahan sakit tifus dan infeksi saluran pencernaan yang dideritanya.
Ironisnya, disaat sedang berjuang keras melawan penyakitnya, Mendieta tak mendapatkan perhatian dari Persis Solo. Ia pun tak mampu membeli obat lantaran empat bulan gajinya belum dibayarkan oleh klub divisi utama yang bernaung di bawah Pt Liga Indonesia ini.
"Kalimat-kalimat itulah yang diucapkan almarhum saat kami menjenguknya, Ahad malam (2/12)," kata pengurus Pasoepati (fans klub Persis Solo) bagian Sosial, M Badres, Selasa (4/12). "Kepergian Mendeita meninggalkan luka mendalam bagi Pasoepati," ujarnya.
Seperti diceritakan Mendeita kepada Badres, gaji Mendeita selama empat bulan belum dibayarkan. Totalnya diperkirakan mencapai Rp. 120 juta. Manajemen Persis tak kunjung memberikan kepastian. Dikabarkan, manajemen Persis bahkan hanya satu kali menjenguk Mendieta di rumah sakit. Itu pun tanpa adanya kepastian tentang pembayaran gaji.
Akibat tak memiliki dana, Mendieta harus keluar masuk rumah sakit sebanyak tiga kali. Pertama kali, ia dirawat di RS Islam Surakarta Yarsis pada awal November selama sepekan. Ia terpaksa keluar dari rumah sakit tersebut karena sudah tak mampu membayar biaya perawatan.
Namun empat hari berselang, harus kembali dibawa ke rumah sakit karena kondisinya semakin melemah. Ia dirawat di RS PKU Muhammadiyah Solo selama lima hari, sebelum akhirnya dirujuk dan menghembuskan nafas terakhir di Rumah Sakit Moewardi Solo.
Dukungan materi dan moril justru datang dari Pasoepati. Melalui aksi penggalangan dana yang dilakukan sejak 25 November, Pasoepati berhasil mengumpulkan dana sebesar Rp. 3.125.000. "Puncak penggalangan dana kami lakukan saat nonton bareng laga Indonesia melawan Malaysia di Piala AFF 2012, Sabtu (1/12). Keesokan harinya kami langsung serahkan langsung kepada Mendieta," ucap Badres.
Dia pun berharap agar permasalahan serupa tidak terjadi lagi di masa depan. "Sudah tidak ada lagi kata 'nanti' bagi sepak bola Indonesia untuk memperbaiki diri. Persis Solo pun harus segera melakukan pembenahan," harap Badres.
Tragedi yang menimpa Mendieta ini tentu menjadi peringatan keras bagi sepak bola Indonesia untuk mengakhiri segala permasalahan yang terjadi. Mudah-mudahan tidak ada pemain yang akan menjadi korban seperti Mendeita. Selamat jalan Mendeita.