REPUBLIKA.CO.ID, SOLO--Manajemen Persis, Solo menanggapi dingin ancaman sansksi yang diberikan Badan Olahraga Profesional Indonesia (BOPI). Menurut penilaian klub, kematian Diego Mendieta, mantan pemain Persis, tidak ada kaitanya dengan keterlambatan gaji yang belum dilunasi tersebut.
Setelah sepekan menjalani perawatan di RSUD dr Moewardi, Solo, Diego akhirnya menghembuskan nafas terakhirnya, Selasa (4/12). Berdasar pernyataan pihak rumah sakit, pemain berusia 32 tahun ini meninggal karena terjangkit virus Cytomegalo dan jamur Candidasis.
Striker asal Paraguay tersebut diduga telah dilentarkan oleh manajemen Persis. Sejak kompetisi sepak bola selesai Juni lalu, hingga kini gajinya belum juga dibayarkan. Karena itu, banyak pihak menilai, Diego tidak dapat mengurus biaya pengobatanya selama menderita penyakit tersebut.
Manajer Persis, Totok Supriyanto mengatakan, masalah pembayaran gaji memang sudah kami janjikan sebelumnya. Namun, Diego meninggal sebelum menerima upahnya itu.
"Kami hanya bertanggung jawab melunasi gaji para pemain, kematian Diego tidak ada hubunganya dengan keterlambatan gaji," kata Totok pada Republika baru-baru ini.
Totok juga mengatakan, manajemen tidak tinggal diam ketika mendapat kabar bahwa mantan pemain Persis itu jatuh sakit. Pihaknya kerap kali menjenguk Diego saat di rawat di RS Yarsis, PKU Muhammadiyah ataupun di RS Dr Moewardi.
Namun, karena tidak lagi bersatus sebagai pemain Persis. Maka, biaya perawatan Diego sudah tidak menjadi tanggung jawab manajemen, begitu dalih yang disampaikan Totok.
"Kalau ada yang menganggap klub Persis lalai terhadap Diego, kami tidak bisa menerima," ucapnya.
Menurut Totok, BOPI juga harus jeli dalam memberikan sanksi. Pasalnya, kalau hanya beralasan masalah keterlambatan gaji, maka keputusan tersebut harus berlaku pada semua tim di Indonesia.
Mantan Manajer Persis periode 2006, Martono mengatakan, persepakbolaan Indonesia memang sedang mengalami krisis keuangan. Selain faktor Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) yang tidak lagi cair untuk tim, kesulitan mencari sponsor pun kerap menjadi masalah tersendiri.
"Memang sulit mencari dana untuk sepak bola sekarang ini, dan itu bukan hanya Persis,? ujar Martono.
Dia berharap, dengan adanya kasus ini, masyarkat dapat membuka pandangan seluas-luasnya terhada persepakbolaan Indonesia. Sehingga, peristiwa ini tidak seharusnya menjadi beban yang harus ditanggung oleh tim Persis.