REPUBLIKA.CO.ID, KUALA LUMPUR -- Wakil Presiden Federasi Sepak Bola Dunia (FIFA) Prince Ali bin Al Hussein mengaku sangat kecewa dengan semakin meruncingnya konflik di tubuh sepak bola Indonesia.
Lelaki yang juga menjadi Komite Eksekutif (Exco) AFC itu mengatakan, konflik dualisme kepemimpinan yang terjadi di Indonesia seharusnya sudah bisa diselesaikan sejak lama. Namun, lantaran adanya keegoisan dari masing-masing pihak yakni Persatuan Sepak Bola Indonesia (PSSI) dan Komite Penyelemat Sepak Bola Indonesia (KPSI), konflik tersebut tak kunjung usai.
Prince mengatakan, FIFA melalui Satgas AFC telah berusaha keras menyatukan kedua pihak berseteru tersebut, yakni dengan dibuatnya Nota Kesepahaman (Mou) antara PSSI dan KPSI di Kuala Lumpur, Malaysia, pada 7 Juni lalu.
Kala itu, tambah Prince, PSSI dan KPSI telah menyepakati beberapa poin yang salah satunya adalah mengakhiri dualisme kompetisi. Poin penyelesaian itu harus disahkan secara bersama melalui kongres yang telah ditetapkan untuk digelar paling lambat 10 Desember 2012.
Adapun yang menjadi kekecewaan Prince, PSSI dan KPSI nyatanya menggelar kongres secara terpisah. PSSI melaksanakan kongres di Palangkaraya, sementara KPSI di Jakarta. Dan jika konflik tidak segera diselesaikan, akan ada banyak lagi insiden-insiden lain yang akan terjadi.
"Saya pikir semua stakeholders sepak bola harus menyadari bahwa mereka harus menghilangkan perbedaan jika ingin melayani rakyat," kata Prince usai melakukan penandatanganan MoU antara AFC dan UEFA di Kuala Lumpur Malaysia, Selasa (12/12).
Prince mengaku sangat memahami betul betapa cintanya masyarakat Indonesia terhadap sepak bola. Dia pun mengaku miris ketika Indonesia akhirnya memiliki dua tim nasional. Bahkan semakin miris ketika ada pemain yang dilarang bermain untuk timnas akibat konflik dualisme kompetisi.
"Masalah ini harus segela diakhiri. Suatu negara tidak boleh memiliki dua kompetisi," tegasnya.
Kasus kematian pesepakbola Paraguay Diego Mendieta pun menambah nilai buruk Indonesia di mata FIFA. Menurut Prince, insiden itu merupakan salah satu dampak dari kisruh sepak bola Indonesia.
Kasus Diego pun bakal menjadi bahan penilaian tambahan bagi FIFA yang akan melakukan rapat Exco di Tokyo, Jepang, Jumat (14/12). Melalui rapat Exco itu, FIFA akan memutuskan sikap terhadap Indonesia apakah akan memberikan sanksi atau tidak.
"Kami telah melakukan yang terbaik bersama Task Force AFC. Dan, tragedi meninggalnya pemain (Diego Mendieta) menjadi salah satu bukti bahwa konflik Indonesia harus segera diselesaikan. Kami akan membahas segala kondisi Indonesia tersebut pada rapat Exco FIFA di Tokyo," katanya.