REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemain timnas Indonesia Bambang Pamungkas menumpahkan kekesalannya terkait persoalan sepak bola di tanah air yang tak kunjung usai. Melalui blog pribadinya, pemain yang akrab dipanggil Bepe itu menghujat tingkah laku para pengurus sepak bola yang seenaknya sendiri.
"Di negeri ini sepakbola sudah tidak lagi menjadi olahraga masyarakat. Sepakbola sudah menjadi olahraga para elit pengurus, yang mengatasnamakan rasa cinta terhadap sepakbola sebagai topeng, di balik segala hal bermuatan politik di belakangnya," kata Bepe seperti dilansir dari tulisannya 'Saatnya Pemain Bersikap!' di www. bambangpamungkas20.com.
"Mereka tidak lagi memikirkan akibat yang akan diterima oleh para pelaku di lapangan dan juga masyarakat yang benar-benar mencintai olahraga paling populer di dunia ini," tambah Bepe.
Bepe mencontohkan kasus meninggalnya Diego Mendieta yang merupakan dampak dari kelalaian klub membayarkan hak para pemainnya. Mendieta, kata Bepe, bukan satu-satunya kasus.
"Kasus meninggalnya Diego Mendieta seharusnya dapat menjadi pelajaran dan menyadarkan kita semua. Betapa semena-menanya sebuah klub di negeri ini memperlakukan pemainnya. Walau memang pada kenyataannya tidak semua klub berlaku demikian, akan tetapi hal tersebut setidaknya dapat menjadi bukti jika rasa saling menghargai itu sudah tidak ada lagi," katanya.
Ia pun mengajak para pemain lain untuk berani mengambil sikap terkait sikap semena-mena pengelola kompetisi tersebut.
"Sekarang adalah saat di mana pemain harus mulai berani untuk mengambil sikap. Sekarang adalah saatnya pemain sadar jika mereka adalah aset, mereka adalah faktor penting, dan sebuah komponen berharga dalam bergulirnya sebuah kompetisi sepakbola," kata Bepe.
"Mungkin kita tidak dapat merubah nasib generasi sekarang, akan tetapi setidaknya kita dapat mencoba menata sebuah pondasi yang kokoh untuk generasi yang akan datang," tambahnya.
"Mungkin akan menjadi hal yang sangat berat untuk mengawali perjuangan ini, agar seluruh pemain di negeri ini mendapatkan perlindungan hukum yang selayaknya. Akan tetapi kapan lagi jika tidak sekarang?"
"Mari kita berpikir untuk jauh ke depan, kita melakukan ini semua untuk generasi yang akan datang. Untuk anak cucu kita yang nantinya mungkin memilih sepakbola sebagai profesi dalam kehidupan mereka," tuturnya.
"Jika sekarang kita mampu meletakkan sebuah pondasi hukum yang kokoh, maka bukan tidak mungkin jika lima, sepuluh, 20 atau 30 tahun lagi posisi para pemain sepakbola di negeri ini akan mendapatkan tempat yang layak dan tidak lagi dapat dipandang dengan sebelah mata," tutup Bepe.