Senin 03 Feb 2014 07:56 WIB

Ketika Rakyat Brasil Menentang Piala Dunia

Rep: Elba Damhuri/ Red: Citra Listya Rini
Logo Piala Dunia Brasil 2014
Logo Piala Dunia Brasil 2014

REPUBLIKA.CO.ID, RIO DE JANEIRO -- "Apakah kita harus membela Piala Dunia? Atau kemiskinan yang kita bela?" Teriak ribuan demonstran yang berkumpul di Rio de Janeiro dan Sao Paulo, Brasil, akhir pekan lalu. 

Mereka melakukan aksi unjuk rasa menentang pelaksanaan Piala Dunia 2014 di Brasil. Ini menjadi gelombang aksi terbesar penolakan terhadap perhelatan sepak bola sejagad itu. Sejak negeri Samba itu ditetapkan sebagai tuan rumah, sejumlah penentangan pun bermunculan.

Awalnya, protes itu dilakukan dalam aksi kecil-kecilan. Seiring memburuknya perekonomian global yang berdampak pada rakyat Brasil, perlawana rakyat semakin besar. Rakyat Brazil saat ini bermasalah dengan tempat tinggal, kesehatan, pendidikan, dan pengangguran.

Ditambah, Dana Moneter Internasional (IMF) dan otoritas bank sentral Brasil menyebutkan jumlah orang miskin naik. Mereka menyarankan adanya kebijakan moneter dan fiskal yang kredibel untuk mengatasi masalah tersebut. Termasuk, reformasi struktural terkait dengan sektor keuangan, investasi, dan infrastruktur.

Pada demonstrasi di Sao Paulo, terjadi bentrokan antara polisi dan pengunjuk rasa. Polisi telah menangkapi lebih dari seratus demonstran yang hingga kini masih ditahan. Lebih dari 2.500 pengunjuk rasa dilaporkan memadati Kota Avenida Paulista di Sao Paulo.

"Jika kami tidak punya hak, begitu juga Piala Dunia," teriak Leonardo Pelegrini dos Santos, mahasiswa sebuah universitas di Sao Paulo.

Leonardo mengatakan, setiap rakyat punya hak untuk mendapatkan pelayanan publik yang baik. Rakyat Brazil juga, kata dia, harus mendapatkan hak memperoleh pelayanan kesehatan murah, rumah murah, pendidikan untuk semua rakyat, dan sistem transportasi yang memadai serta terjangkau.

"Kami menentang ratusan juta dolar (AS) dihabiskan untuk Piala Dunia. Uang sebesar itu seharusnya untuk program perbaikan layanan kesehatan, pendidikan, dan transportasi," kata Leonardo. 

Sebanyak 50 pemrotes juga berkumpul di depan hotel Copacabana Palace yang terkenal di dunia untuk menggelar acara yang disebut "Operasi Menghentikan Piala Dunia". Acara itu diselenggarakan sebuah organisasi yang bernama Anonymous Rio.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement