Rabu 21 May 2014 09:47 WIB

Atletico Terinspirasi oleh Semangat Aragones

Atletico Madrid
Foto: AP
Atletico Madrid

REPUBLIKA.CO.ID, MADRID -- Atletico Madrid akan menghadapi Real Madrid di final Liga Champions pada Sabtu, dengan upaya untuk menghapus kenangan malam-malam terburuk yang pernah mereka alami.

"Los Rojiblancos" terpaut beberapa detik untuk meraih gelar tertinggi bagi klub Eropa itu, ketika mereka takluk dari Bayern Munich 40 tahun silam.

Bayern, yang diperkuat Franz Beckenbauer dan Gerd Mueller, sukses memenangi tiga Piala Eropa berturut-turut, dan mereka nyaris tidak pernah memenangi yang pertama, ketika mereka memasuki menit terakhir masa tambahan waktu dengan tertinggal 0-1.

Gol itu dicetak pemain terbaik Atletico sepanjang masa, Luis Aragones, hanya enam menit sebelum akhir masa tambahan waktu, namun tim Spanyol itu kemasukan ketika Miguel Reina - ayah dari kiper Napoli Pepe Reina - membiarkan upaya Hans-Georg Schwarzenbeck melewati genggamannya.

Pada masa sebelum adu penalti dipakai untuk menentukan tim pemenang, Bayern menang 4-0 pada pertandingan ulang di Brussel dua hari kemudian.

Pada Minggu sekitar 200.000 pendukung Atletico Madrid memadati air mancur Neptuno dan mengelilingi jalan-jalan ibukota Spanyol untuk merayakan gelar Liga Spanyol pertama mereka dalam 18 tahun.

Bagaimanapun, di antara lagu-lagu kegembiraan yang dinyanyikan, bukan pelatih Diego Simeone atau pencetak gol terbanyak Diego Costa yang menjadi nama paling menonjol, melainkan Aragones.

Pria yang juga melatih Spanyol untuk meraih gelar perdana dari tiga kesuksesan negara tersebut di ajang utama pada Piala Eropa 2008, meninggal dunia pada 1 Februari tahun ini dalam usia 75 tahun.

Sejak itu ia telah menjadi inspirasi bagi musim tersukses Atletico dalam 111 tahun sejarah mereka.

Gambar Aragones menghiasi pesawat yang membawa para pemain saat melakukan pertandingan tandang ke markas AC Milan pada babak 16 besar Liga Champions.

"Menang, menang, dan kembali menang"

Saat juara Eropa tujuh kali itu dapat dengan mudah disingkirkan berkat kemenangan agregat 5-1, salah satu kalimat khas Aragones "menang, menang, dan kembali menang" diwujudkan para pendukung di Vicente Calderon ketika mereka menjamu Barcelona pada delapan besar.

Bahkan setelah mengunci gelar melalui hasil imbang 1-1 di markas Barca pada Sabtu, Simeone berterima kasih kepada semua pihak di klub yang telah membantu mendatangkan kesuksesan.

Di dalam daftar tersebut ia memasukkan Aragones, yang disebutnya "jelas-jelas bertahan di kotak penalti kami sepanjang babak kedua."

Kekalahan dari Bayern di final 1974 bukan hanya membuat patah hati. Itu membantu meningkatkan budaya pesimistis yang membayangi klub, yang secara umum bertahan di sana meski mereka mampu meraih beberapa trofi untuk empat dekade berikutnya.

Kini di bawah revolusi Simeone, suasana berubah di ibukota Spanyol.

Sejak kedatangan pria Argentina itu dua setengah tahun silam, Atletico telah memenangi lebih banyak trofi daripada Barcelona atau Real Madrid.

Jauh dari label "Yang Terkutuk," Atletico menaklukkan Real di halaman belakang mereka sendiri untuk mengakhiri nasib sial selama 14 tahun di derby Madrid dan memenangi final Piala Raja setahun yang lalu.

Pada hari pertama kematian Aragones, mereka memuncaki klasemen liga untuk pertama kalinya dalam 18 tahun dan, meski beberapa kali penampilannya merosot, mereka memiliki kekuatan mental untuk bangkit dan bertahan di sana.

"Kapasitas untuk motivasi terlihat dari mereka yang mengenakan kaus klub ini. Motivasinya adalah untuk bermain demi Atletico Madrid, bukan untuk menentang siapapun yang ada di depan kami," kata Simeone.

Bagaimanapun, peluang yang ada bukan hanya untuk memenangi gelar Liga Champions pertamanya namun juga meneruskan penantian 12 tahun Real yang mengincar mahkota Eropa kesepuluhnya akan menjadi sinyal terkuat bahwa keseimbangan kekuatan telah merata antara kubu merah dan putih di Madrid.

Kini, keperluan Atletico juga mendesak. Perubahan kekuatan apapun kelihatannya hanya berlangsung sesaat. Motivasi untuk bermain bagi kaus yang dikenakan merupakan hal yang tepat untuk saat ini, namun hal itu tidak akan bertahan lama ketika klub-klub kaya Eropa tertarik merekrut para pemain terbaiknya dan bahkan Simeone sendiri.

Pertandingan Sabtu di Lisbon mewakili peluang terbaik mereka untuk meraih kejayaan Eropa dalam rentang waktu 40 tahun.

Dengan adanya realitas keuangan yang berat, yang akan mempengaruhi penampilan di level teratas Liga Champions, diperlukan waktu 40 tahun atau lebih bagi Atletico untuk mendapatkan peluang serupa.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement