Jumat 26 Dec 2014 06:17 WIB

Ultras Crystal Palace dan Mahalnya Sepak Bola Inggris

Rep: C84/ Red: Didi Purwadi
Liga Primer Inggris
Foto: Sporttechie
Liga Primer Inggris

REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Holmesdale Fanatics (HF), pendukung garis keras dari Crystal Palace, terus menyuarakan protesnya atas semakin mahalnya biaya menyaksikan sepakbola di tanah Inggris. HF juga telah melakukan protesnya dalam memboikot laga tim kesayangannya kontra Manchester City, Sabtu (20/12), akibat mahalnya tiket pertandingan.

Alih-alih memberikan dukungannya kepada the Eagles ke Stadion Ettihad, HF lebih memilih 'bertandang' ke markas pusat Liga Inggris di London dan memberikan surat pernyataan atas mahalnya tiket pertandingan.

Dalam surat pernyataan tersebut, HF menyatakan akan melakukan hubungan dengan para pendukung klub-klub di Inggris untuk berjuang bersama menekan turunnya harga tiket. HF menegaskan bahwa protesnya pada Sabtu lalu hanya langkah awal dari pertarungan yang panjang melawan otoritas Liga Inggris dan FA (PSSI-nya Inggris).

"Kami bertekad mencapai tujuan untuk menurunkan harga tiket di seluruh negeri dan membuat langkah besar dalam memberikan kembali permainan ini untuk pemilik sebenarnya yaitu para suporter sejati," bunyi pernyataan tersebut, dilansir Mirror.

Dalam surat yang ditujukan untuk Ketua Liga Inggris, HF menyatakan bahwa sepakbola adalah permainan untuk para kelas pekerja dan hal itu tidak bisa dihilangkan begitu saja. 

"Teruntuk Richard, protes ini merupakan akibat langsung dari kemarahan dan frustrasi yang dirasakan oleh penggemar sepak bola di seluruh negeri, perasaan yang telah berkembang selama beberapa musim terakhir sebagai konsekuensi dari harga tiket yang terus merangkak naik."

Menurut HF, perubahan kompetisi sepakbola di Inggris yang beralih ke era Premiership membuat sepakbola seakan kehilangan jiwanya dan hanya berkutat di sisi bisnis. HF menambahkan, kaum kelas pekerja seakan diusir keluar dari 'rumah' (tribunnya) sendiri akibat melonjaknya harga tiket pertandingan.

"Tiket untuk satu pertandingan setara dengan gaji satu bulan. Suporter sejati yang telah mendukung klubnya secara turun temurun terus 'ditendang' keluar dengan mahalnya biaya pertandingan."

Apa yang disuarakan HF bukan hal yang asing lagi di kancah sepakbola Inggris. Banner-banner bertuliskan 'Enough Is Enough' hingga 'Against Modern Football' ramai menghiasi sejumlah tribun di stadion-stadion Inggris menentang mahalnya sebuah permainan bernama sepakbola.

Belum lupa juga ingatan kita, atas protes suporter Manchester United yang lebih memilih mendirikan klub sendiri yang dinamakan FC United of Manchester menyusul kekecewaan 'tingkat dewa' terhadap manajemen klub Setan Merah tersebut.

Kebisingan stadion-stadion di Inggris yang kerap dilakukan para suporter dari kalangan kaum kelas pekerja perlahan berganti dengan hadirnya suporter kelas elite yang duduk manis sembari melakukan aksi heroiknya dengan melakukan selfie.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement