Ahad 01 Feb 2015 08:19 WIB

Wonderkid, Antara Label dan Kenyataan

Rep: Muhammad Iqbal/ Red: Didi Purwadi
Bojan Krkic
Foto: AP
Bojan Krkic

REPUBLIKA.CO.ID, MADRID -- "Sebuah kebanggaan dan impian yang jadi nyata. Alasan mengapa saya memilih Real Madrid karena tim ini memiliki kondisi mumpuni, di dalam maupun di luar lapangan. Tujuan saya adalah menjadi pemain terbaik sesegera mungkin."

Itulah rangkaian kata Martin Odegaard dalam keterangan pers di ruang pers Ciudad Real Madrid, beberapa waktu lalu.  Odegaard, bintang muda penuh bakat berusia 16 tahun asal Norwegia, ditransfer Los Blancos dari Stromsgodset dengan nilai transfer yang tak diungkapkan.  

Media lokal Spanyol menyebut angka 3 juta Euro, sementara media lokal Norwegia berspekulasi di angka 4 juta Euro. Terlepas dari spekulasi ihwal kocek yang kudu dirogoh manajemen klub, kepindahan Odegaard ke Madrid, termasuk di luar dugaan. 

Sebab, sepanjang medio Desember 2014, kala musim kompetisi di negerinya vakum, pemuda kelahiran 17 Desember 1998 itu sempat berlatih bersama tim utama klub-klub tenar semisal Liverpool, Bayern Muenchen, Manchester United, Manchester City, Arsenal dan Madrid.  

Hingga akhirnya, Madrid menjadi pelabuhan Odegaard. Namun, jangan bayangkan si pemain akan langsung membela tim utama Los Merengues yang diperkuat Cristiano Ronaldo cs. Pemain yang telah membela tim nasional senior Norwegia ini akan bermain di Real Madrid Castilla (tim usia muda kepunyaan Madrid) di bawah asuhan legenda sepak bola Zinedine Zidane.  

"Jika Ancelotti ingin menggunakan jasa saya di tim utama, saya akan senang. Jika tidak, saya pun senang bisa membela Castilla," kata Odegaard.

Odegaard hanya satu dari beberapa bintang muda penuh bakat yang bertaburan di planet bumi. Mereka kerap disebut wonderkid.  

Apabila diterjemahkan secara bebas, wonderkid berarti anak ajaib. Dalam konteksi ini, maksudnya adalah pemain-pemain muda yang memiliki bakat dan berpotensi menjadi salah satu pemain terbaik dunia dalam kurun waktu beberapa tahun. 

Pemain-pemain papan atas dunia yang berseliweran sekarang pun awalnya berstatus wonderkid. Sebut saja, megabintang Barcelona berkebangsaan Argentina Lionel Messi, superstar Madrid asal Portugal Cristiano Ronaldo hingga bintang muda Juventus berpaspor Prancis Paul Pogba.  

Messi, Ronaldo dan Pogba, berkembang lantaran sejumlah faktor utama. Selain lingkungan tempat berlatih dan berlaga, pelatih juga menjadi faktor krusial lain.  

Frank Rijkaard dan Pep Guardiola mengembangkan potensi Messi dari seorang gelandang serang menjadi penyerang. Kemudian, Sir Alex Ferguson mengubah permainan Ronaldo, dari sosok yang kerap berlama-lama dengan bola, menjadi pemain nan efisien. Sementara Pogba, menahbiskan diri sebagai gelandang tengah kelas dunia berkat tangan dingin Antonio Conte.  

Namun, tidak semua wonderkid berhasil menjadi pemain bintang kelas dunia. Terdapat pula sejumlah nama yang gagal. Penyebabnya macam-macam, tetapi sebagian besar sama yaitu gagal memikul beban berat yang ditanggung.  

Laman the Guardian mencoba memotret kegagalan wonderkid melompat lebih tinggi dalam sosok Bojan Krkic. Mantan pemain Barcelona itu, sebagaimana Messi, merupakan alumnus La Masia. Sebuah akademi nan mahsyur lantaran nama-nama ternama yang lahir semisal Messi, Xavi Hernandez hingga Gerard Pique.  

    

Bojan, disebut-sebut sebagai the next Messi, memiliki sederet atribut untuk menjadi pemain kelas dunia. Olah bola mumpuni, cepat, hingga efektif memanfaatkan peluang di depan gawang, membuat Bojan digadang-gadang sebagai bintang masa depan. 

"Bojan adalah harta karun," ujar Rijkaard menggambarkan potensi pemuda keturunan Serbia itu.

Namun, situasi berbalik tanpa diduga. Rijkaard dipecat manajemen Barcelona pada akhir musim 2007/2008. Sang pengganti, Pep Guardiola, tidak mempercayai Bojan sepenuhnya. 

"Rijkaard sepenuhnya percaya pada saya. Sebagai fan, Guardiola adalah pelatih terbaik dunia. Tapi, hal personal yang menimpa saya saat itu sangat menyakitkan. Dia tidak adil dalam sejumlah kesempatan dan ini adalah alasanku pergi," demikian Bojan membandingkan Rijkaard dan Guardiola.

Setelah itu, Bojan mencoba peruntungannya di Italia bersama AS Roma. Faktor Luis Enrique, mantan pelatih Barcelona B, membuat pria kelahiran 1989 itu yakin bisa berkembang di negeri pizza. Namun, lemahnya mental membuat kiprah Bojan  bersama Roma majal.  

Seiring kepergian Enrique, Bojan pun hengkang ke AC Milan dengan status pinjaman. Tapi, situasi tak berbeda dialami. Hanya sembilan laga, tiga gol bersama Milan, menjadi pencapaiannya.

Sungguh mengecewakan. Setelah kegagalan di Italia, Bojan hengkang ke Belanda membela Ajax Amsterdam. Hasilnya? 11-12.  

Permainan Bojan tak lebih dari pemain semenjana. Ditempatkan pelatih Ajax Frank De Boer sebagai penyerang tengah maupun winger, permainan pria bernama lengkan Bojan Krkic Perez, jauh dari memuaskan. Juli 2014, Bojan mengambil langkah drastis.  

Terbang ke Inggris dan membela klub papan bawah Stoke City. Sempat kesulitan beradaptasi, Bojan menemukan sinar jelang tutup tahun 2014. Gol demi gol lahir untuk Stoke.  

Hingga petaka menimpa pada 26 Januari 2015. Bojan menderita cedera lutut di kancah Piala FA sehingga harus absen hingga akhir musim nanti. 

Kisah kegagalan Bojan menjadi pemain papan atas dunia jelas harus dijadikan pelajaran oleh Odegaard maupun wonderkid-wonderkid lain di masa kini semisal Gabriel Barbosa (Brasil, Santos) maupun Pierre-Emile Kordt Hojbjerg (Denmark, Bayern Muenchen) jika tidak ingin bernasib serupa. Pada akhirnya, keberhasilan atau kegagalan, semua bergantung kepada mereka.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement