REPUBLIKA.CO.ID, MATARAM -- Ketua Komisi X DPR Teuku Riefky Harsya mengatakan pihaknya mengkhawatirkan dampak penundaan jadwal "kick-off" Indonesia Super League (ISL) 2015, yang berpotensi menimbulkan keresahan di masyarakat.
Ditemui di Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB), Kamis (26/2), ia mengatakan anggota Komisi X dan pimpinan DPR RI sudah beberapa kali mengingatkan Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) dan Badan Olahraga Profesional Indonesia (BOPI) terkait masalah tersebut.
"Kami juga sudah coba fasilitasi, tapi kalau penundaan ini bergulir terus, ini tentu akan menimbulkan keresahan di masyarakat," kata politisi dari Partai Demokrat ini ketika melakukan kunjungan kerja di kantor Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah NTB.
Komisi X DPR RI sangat mendukung agar ISL dilakukan segera. Untuk itu, Riefky berharap Menpora dan BOPI sebagai institusi yang memberikan rekomendasi kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) untuk boleh tidaknya pertandingan dilakukan, tidak bersikap berlebihan.
Ia juga berharap sepak bola sebagai olah raga rakyat tidak dipolitisasi terkait dengan persyaratan penyelenggaraan ISL, karena itu sudah ada di aturan FIFA.
"Terkait dengan permasalahan pajak klub, kemudian perjanjian mungkin dengan para atlet serta izin dari atlet asing dan sebagainya, itu sudah ada aturannya," ucap Riefky.
Sebenarnya, kata dia, klub sebagai badan usaha sudah diatur dalam berbagai undang-undang (UU), termasuk UU Ketenagakerjaan, UU Perpajakan, UU Perizinan Tenaga Kerja Asing yang bekerja di Indonesia.
"Jadi saya rasa tidak perlu BOPI memberikan persyaratan, sehingga membawa kemunduran persepakbolaan nasional," katanya.
Riefky menambahkan pihaknya juga tidak bisa membendung hak-hak hukum, mulai dari klub sampai pendukung atau suporter yang merasa keberatan dengan kebijakan Kemenpora dan BOPI.
"Karena kami mendengar suporter di seluruh Indonesia sudah gelisah dan berpikir melakukan class action, itu yang kami khawatirkan sejak awal," ujarnya.