Ahad 03 May 2015 15:46 WIB

ISL Ditunda, Kemenpora: Yang Force Majeure Itu PSSI, Keleus

Indonesia Super League
Foto: kaskus
Indonesia Super League

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Alasan PT Liga Indonesia dan Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) yang memutuskan ajang Indonesia Super League (ISL) ditunda karena force majeure dinilai tidak masuk akal.

"Menurut saya keputusan PT Liga dan PSSI itu aneh. Force majeure apanya? Yang force majeure itu PSSI keleus, " sindir staf khusus Menpora Zainul Munasichin lewat pesan tertulisnya, Ahad (3/5).

Apalagi semua perangkat pertandingan sudah siap, termasuk 16 klub yang lolos verifikasi Badan Olahraga Profesional Indonesia (BOPI) juga sudah siap menjalankan kompetisi.

Menurut Zainul, dalam rapat koordinasi dengan klub-klub ISL 27 April 2015 lalu, Menpora Imam Nahrawi dan juga BOPI meminta PT Liga untuk menggulirkan kembali kegiatan liga.

Namun, PT Liga dan para pengurus klub menolak, bahkan melakukan tawar menawar politik kepada Menpora untuk mencabut pembekuan PSSI sebagai syarat mereka mau menggelar kompetisi lagi.

"Kita sudah minta liga untuk digelar lagi, kok. Tapi, mereka justru mem-bargain Kemenpora. Jadi jelas kan, siapa force majeure-nya?" cetus Zainul

Zainul menengarai, keputusan PT Liga dan PSSI menghentikan kompetisi itu diduga karena sebetulnya mereka tidak sanggup menggelar kompetisi sesuai standar profesionalisme yang diterapkan oleh BOPI.

"Dugaan saya, jangan-jangan Ini murni soal inkompetensi kemudian dicarikan alasan-alasannya. Mereka takut sendiri, kalau memaksakan menggelar kompetensi, akan muncul fakta-fakta inkompetensi lainya seperti yang kita lihat selama ini," terangnya.

Dugaan inkompetensi PT Liga itu sudah terlihat sejak awal. Saat mereka pontang-panting menghadapi verifikasi BOPI.

Kemudian disusul langkah-langkah blunder memaksakan Arema Cronus dan Persebaya menggelar pertandingan meski tak lolos verifikasi. Blunder berikutnya ketika mereka menjadikan kasus PSSI sebagai alat tawar dan kemudian menghentikan secara sepihak kegiatan liga.

"Inkompetensi itu hanya bisa tumbuh subur dan berkembang di iklim yang korup, nepotis, dan tidak transparan" kritiknya pedas.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement