REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Piala Presiden turnamen pengisi kekosongan kompetisi belumlah tuntas, genderang perang kisruh sepak bola nasional kembali ditabuh. Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora), tetap mengajukan banding atas kekalahannya di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) beberapa bulan lalu.
Situasi seperti ini tentu tidak akan baik untuk sepak bola nasional yang tengah mati suri akibat tidak adanya kompetisi, dan juga berada dalam sanksi FIFA. Terkait sikap Kemenpora yang enggan mengalah begitu saja, PSSI telah menyiapkan strategi untuk menyerang balik, melalui melalui kontra memori banding.
Bahkan PSSI sudah menyiapkan kontra memori banding, yaitu tanggapan terhadap memori banding yang bakal diajukan oleh Kemenpora. "PSSI sudah siap, kami tunggu saja. Kontra memori banding digunakan untuk meng-counter memori banding milik Kemenpora," tegas Direktur Hukum PSSI, Aristo Pangaribuan, saat dihubungi melalui seluler, Selasa (22/9).
Aristo menambahkan sebenarnya dalam masalah Kemenpora tidak ada argumentasi. Kemudian pihaknya juga sudah berulang kali untuk menempuh jalur musyawarah, Namun Kemenpora tidak berkehendak menyelesaikan maslah dengan jalur damai.
Padahal menurutnya yang jadi persoalan adalah olahraga yang menjunjung tinggi sportivitas. Hanya saja sikap Kemenpora yang dianggapnya menggunakan kekuasaan membuat pihaknya meladeninya dengan jalur hukum.
Selain itu, Aristo juga mengakui jika yang ditempuh adalah jalur hukum, dikatakannya hasilnya tidak produktif. Aristo mengaku, memang PSSI yang memulai jalur hukum, tapi hal itu dilakukan karena tidak ada ruang bagi PSSI di mata pemerintah dalam kasus ini adalah Kemenpora.
Sebab saat itu Kemenpora langsung memebekukan PSSI melalui Surat Keputusan (SK) bernomor 01307 pada saat PSSI baru memiliki kepengurusan periode baru.