REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perang urat syaraf kembali digulirkan pihak PSSI. Kali ini Direktur Legal PSSI, Aristo Pangaribuan, menuding tim transisi yang menjadi kepanjangantangan Kementerian Pemuda dan Olahraga, dituding sebagai pembuat gaduh sepak bola dan penebar teror.
Kecaman ini disampaikan terkait beredarnya surat dari tim transisi kepada Asosiasi PSSI Provinsi dalam menyikapi pelaksanaan Pra-PON. Surat yang diteken oleh Bibit Samad Rianto itu mengingatkan agar dalam kegiatan Pra-PON harus berkoordinasi dan disupervisi tim transisi. Alasannya karena menggunakan anggaran negara.
Menyikapi hal tersebut, Aristo mengatakan surat itu sebagai bukti arogansi dan kegemaran tim transisi dengan menggunakan bahasa kekuasaan dalam meneror sepak bola Indonesia.
''Kami mengecam, sekaligus mengingatkan tim transisi atas perintah Lembaga Yudikatif, sudah tidak boleh beraktifitas terhitung sejak 25 Mei 2015 lalu. Sejak dikeluarkannya penetapan penundaan oleh PTUN Jakarta sampai nanti ada keputusan hukum tetap,'' kata Aristo dalam laman resmi PSSI, Selasa (29/9) di Jakarta.
Aristo menilai, kalimat redaksi surat tersebut juga menyesatkan dan menabrak kaidah hukum serta azaz-azaz umum yang berlaku. Karena dapat disimpulkan, jika tidak berkoordinasi dengan tim transisi, maka penggunaan dana APBD dalam Pra PON akan dijerat hukum.
“Pertanyaannya, peraturan perundangan apa yang digunakan untuk menindak? UU Tipikor? Berarti ada pasal baru dalam UU Tipikor? Kalau tidak koordinasi dengan tim transisi berarti otomatis memenuhi unsur tipikor? Sebaliknya, jika koordinasi dengan tim transisi berarti tidak korupsi?