REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Bambang Noroyono
Twitter: @tumakninnah
Besar pasak dari tiang. Itu gambaran hasil kerja Tim Transisi Sepak Bola Indonesia. Saat dibentuk banyak menyimpan harapan. Tapi diujung tak ada yang kelihatan. Sejumlah nama di dalamnya, mulanya berkoar penuh keyakinan. Tapi sampai habis massa tugasnya, sepak bola di Tanah Air tetap saja tanpa perubahan, jika tak ingin dikatakan tetap berantakan.
Dalam satu obrolan, Deputi V Bidang Harmonisasi dan Kemitraan Kemenpora, Gatot Dewa Broto, Rabu (21/10) menyampaikan, laporan pertanggungjawaban Tim Transisi menebalkan pengakuan, bahwa tim tersebut belum memberikan hasil, terutama soal menyusun tata kelola kompetisi sepak bola baru di Indonesia. Termasuk soal kegagalan membangun komunikasi para terlibat sepak bola di Kemenpora, maupun KONI dan juga BOPI.
Tim Transisi sebenarnya dibikin untuk minimal tiga hal. Pertama, sebagai wadah transisi pengganti fungsi kepengurusan PSSI yang mati beku lantaran sanksi. Memastikan liga nasional dan kompetisi sepak bola Tanah Air tetap berjalan. Terakhir membikin kepengurusan federasi sepak bola Indonesia baru melalui kordinasi dengan seluruh anggota PSSI lewat Kongres Luar Biasa (KLB).
Akan tetapi, tengok saja apa yang sudah dihasilkan. Sejak dibikin Mei lalu, siapa pun tahu kondisi sepak bola Indonesia tetap tak berjalan. Memang sempat ada namanya Piala Kemerdekaan. Namun suksesi kompetisi bikinan Tim Transisi itu berakhir dengan ancaman gugatan.
Klub para juara piala itu tak dibayar. Padahal juara satu, yakni PSMS Medan berhak diganjar Rp 1,5 miliar, plus Rp 689 juta sebagai tuan rumah. Juara kedua, Persinga Ngawi juga belum dapat bayaran senilai Rp 1 miliar. Persepam Madura dan Persiba Bantul juara tiga bersama masing-masing Rp 500 juta juga belum terbayar.
Tim Transisi pernah menyampaikan, anggaran Piala Kemerdekaan itu angkanya Rp 40 miliar. Menurut penyelenggara, yakni PT Cataluna Sportindo, dana itu dari sponsor plat merah seperti PT Pegadaian, Bank Mandiri, Bank Rakyat Indonesia (BRI) dan Bank Negara Indonesia (BNI). BOPI memberi ponten enam dari skala 10 suksesi. Sementara KONI sempat 'memaki' Tim Transisi yang 'berulah' melarang pertandingan sepak bola kualifikasi untuk PON 2016 mendatang.
Lalu bagaimana soal fungsi lain tim tersebut? Sebanyak 30 dari 34 Asosiasi Provinsi (Asprov) menolak Tim Transisi. Seluruh klub sepak bola di Indonesia anggota federasi, juga mengatakan tak setuju dengan keberadaan tim tersebut. Kalau anggota PSSI tak mendukung keberadaan tim yang diketuai mantan Wakil Ketua KPK, Bibit Samad Riyanto tersebut, lantas bagaimana bisa menggelar KLB, apalagi membikin kepengurusan baru PSSI?
Meski demikian, Menpora Imam Nahrawi tetap menghendaki tim itu berjalan, meskipun sudah habis masa tugasnya sejak Ahad (18/1). Surat Keputusan (SK) perpanjangan masa tugas sudah diteken. Sejumlah nama didepak. Tiga nama, yang tak baru, dimasukkan sebagai pengganti.
Imam, saat ditemui, Rabu (21/10) di DPR RI mengatakan, evaluasi masa tugas Tim Transisi menyimpulkan, ada di antara anggota tim yang tak bekerja. Tercatat anggota, tapi tak pernah berjibaku dalam rapat tukar ide dan gagasan serta membuat rumusan perbaikan sepak bola Indonesia di ruang Tim Transisi. Imam pun tentunya tahu, ada juga anggota Tim Transisi yang tak punya modal akal dan pengalaman untuk bisa membenahi sepak bola di Indonesia.
Mereka ini kata Imam memang pantas diganti. Tapi Imam menolak menyebut siapa para terdepak itu. Hanya, dia memastikan, tiga nama yang bakal masuk dalam Tim Transisi Jilid II itu adalah, Gatot, mantan Dubes RI di Swiss, Djoko Susilo dan mantan penyidik KPK, Eko Tjiptadi.