REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Fernan Rahadi
Barangkali hanya sedikit yang memprediksi Hungaria akan melenggang ke putaran final Piala Eropa di Prancis tahun depan. Tidak seperti kelolosan Islandia yang memang sudah diperkirakan banyak orang, negara yang pernah dua kali menjadi runner-up Piala Dunia itu (1938 dan 1954) memiliki persiapan jauh dari sempurna.
Bayangkan saja, dalam waktu dua tahun Hungaria sudah bergonta-ganti pelatih sebanyak tiga kali. Usai kalah 1-8 atas Belanda pada laga terakhir kualifikasi Piala Dunia 2014 lalu, Attila Pinter ditunjuk menggantikan Sandor Egervari sebagai pelatih kepala akhir 2013 silam.
Namun terbukti itu bukan awal dari revolusi Hungaria. Karena faktanya, Hungaria langsung kalah pada laga perdana kualifikasi Piala Eropa 2016 Grup F melawan tim mediocre Eropa, Irlandia Utara. Pinter pun langsung dipecat dan digantikan eks bintang Hungaria, Pal Dardai.
Meskipun mampu membawa Hungaria memetik sebelas poin dalam lima laga, Dardai tak bertahan lama sebagai pelatih tim berjuluk Nemzeti Tizenegy tersebut. Penyebabnya, saat itu ia masih memiliki kontrak sebagai pelatih tim muda Hertha Berlin. Saat klub Bundesliga itu memutuskan mengangkatnya sebagai pelatih tim senior awal musim 2015/2016, Dardai setuju.
Federasi Sepak Bola Hungaria (MLSZ) memilih tak meributkan masalah Dardai. Mereka pun kemudian kembali menunjuk pelatih sementara, Bernd Storck, Juli 2015 lalu. Pelatih asal Jerman itu pada akhirnya memang gagal membawa Hungaria memperoleh jatah tiket langsung ke Piala Eropa 2016 setelah secara mengejutkan kala h dari tim juru kunci Yunani pada laga terakhir kualifikasi.
Beruntung, mereka masih memperoleh jatah lolos lewat fase play-off. Namun saat undian menetapkan lawan mereka adalah Norwegia, banyak pengamat yang lebih menjagokan negara skandinavia tersebut ketimbang Hungaria, tim yang pernah melahirkan legenda sepak bola, Ferenc Puskas.
Statistik pun dijadikan rujukan. Selain karena kekuatan Norwegia yang mampu merepotkan tim-tim seperti Kroasia dan Italia Grup H, Hungaria juga terbukti menjadi salah satu tim paling tidak produktif sepanjang babak kualifikasi. Mereka hanya mampu mencetak 13 gol dalam sembilan laga pertama di Grup F.
Hungaria juga sudah 30 tahun tak pernah mencicipi turnamen besar, tepatnya sejak mengikuti Piala Dunia 1986 silam. Prestasi terbaik mereka hanyalah menembus babak play-off pada Piala Dunia 1998 dimana mereka akhirnya kalah agregat 1-12 dari Yugoslavia
Namun kenyataan berkata lain dari sebatas prediksi. Norwegia yang lebih mendominasi permainan pada dua leg play-off justru harus bertekuk lutut dengan agregat 1-3. Hungaria pun melenggang ke Prancis sekaligus membalikkan prediksi banyak orang.
Satu yang menarik dalam pertemuan kedua tim tersebut adalah pernyataan seorang komentator televisi Istvan Hajdu pada leg pertama play-off di Oslo, Norwegia. Saat itu, ia menyebut kemenangan tipis Hungaria pada laga tersebut adalah berkat pertolongan dari langit.
Saat itu, pertandingan menyisakan tiga menit, dan Hungaria sedang unggul 1-0. Sebuah peluang emas lewat tendanga pemain Norwegia, Stefan Johansen, mengenai kaki kiper Gabor Kiraly. Bola muntah kemudian disambar striker Pal Andre Helland lewat sundulan ke arah gawang yang telah kosong. Namun secara tak terduga bola mengenai tiang dan keluar area permainan. "Mungkin bola itu ditepis oleh Marton Fulop. Itu adalah sebuah pertolongan dari langit," tutur Hajdu saat itu.
Siapakah Marton Fulop? Ia adalah eks penjaga gawang asal Hungaria yang baru saja meninggal beberapa hari sebelum laga tersebut akibat penyakit nkanker. Kiper yang pernah memperkuat sejumlah klub Inggris seperti Tottenham Hotspur, Sunderland, Manchester City, dan West Bromwich Albion itu tercatat memiliki 24 caps bersama tim nasional Hungaria.
"Pertolongan dari langit" juga tampaknya tercermin pada performa László Kleinheisler, anak muda berusia 21 tahun yang menjadi pencetak gol tunggal Hungaria pada laga di Oslo. Selain itu juga ada penampilan Gabor Kiraly, kiper gaek berusia 39 tahun, yang berkali-kali mampu mematahkan serangan sporadis para ujung tombak Norwegia.
Kemudian jangan dilupakan juga nama Tamas Priskin. Meskipun hanya bermain sekali pada babak kualifikasi, journeyman berusia 29 tahun itu secara mengejutkan dipercaya tampil sebagai starter pada partai leg kedua di Groupama Arena, Budapest. Kepercayaan sang pelatih pun dibayarnya dengan sebuah gol indah yang menjadi gol pembuka pada laga yang berakhir 2-1 untuk kemenangan Hungaria.
Fans Hungaria pun bersuka-ria menyambut kelolosan tim kesayangannya ke turnamen besar pertamanya dalam 30 tahun terakhir. Apalagi sebelumnya mereka sempat merasa sedih karena jatah peringkat tiga terbaik yang nyaris mereka peroleh malah jatuh di tangan Turki pada laga terakhir kualifikasi usai kekalahan dari Yunani.
"Kami sebenarnya bisa lolos sebagai peringkat tiga terbaik. Namun pada akhirnya hasilnya berlawanan dengan keinginan kami. Banyak orang merasa sedih. Para suporter pun berpikir kami akan kalah di play-off, apapun hasil undiannya. Secara keseluruhan kompetisi ini bak roller coaster, dan kami terlihat menyedihkan beberapa kali," ujar wartawan Nemzeti Sport, Matyas Szeli.
Kini para pecinta sepak bola kembali akan bisa menyaksikan Hungaria pada sebuah ajang besar di Prancis tahun depan. Mereka memang tak lagi menjadi tim menakutkan seperti yang diperkuat Puskas beberapa dekade silam. Akan tetapi lawan-lawan mereka patut waspada karena tim itu memiliki seorang mantan juara Eropa pada diri sang asisten pelatih. Namanya adalah Andreas Moeller.
Timnas Hungaria
Julukan: Nemzeti Tizenegy
Pelatih: Bernd Storck
Caps Terbanyak: Josef Bozsik, Gabor Kiraly (101 caps)
Top Skorer: Ferenc Puskas (84 gol)
Ranking FIFA: 33 (per 15 November 2015)
Penampilan Piala Dunia: 9 kali (pertama 1934)
Prestasi Terbaik: Runner-up (1938, 1954)
Penampilan Piala Eropa: 3 kali (pertama 1964)
Prestasi Terbaik: Peringkat Tiga (1964)