REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Abdullah Sammy (Wartawan Republika)
Ajang Piala Oscar 2016 menjadi panggung bagi seorang Leonardo DiCaprio. Aktor kelahiran Los Angeles itu akhirnya meraih Piala Oscar pertamanya lewat film The Revenant.
Kisah sukses DiCaprio sekaligus membayar penantiannya selama 22 tahun. Selama hitungan dekade itu, DiCaprio senantiasa keluar dari lokasi perhelatan Oscar, Dolby Theatre, sebagai pecundang.
DiCaprio pertama kali jadi nominator Oscar sebagai pemeran pendukung pria terbaik lewat perannya di film What's Eating Gilbert Grape tahun 1994. Walau tidak menang, tapi kemunculan DiCaprio sebagai nominator di usia 19 tahun tetap mengundang pujian kala itu.
Banyak pengamat memprediksi DiCaprio akan mengikuti jejak seorang Tom Hanks atau Marlon Brando sebagai langganan juara di Oscar. Namun prediksi itu keliru. Sepanjang 21 tahun setelah pertama kali namanya masuk sebagai nominator Oscar, DiCaprio tak sekalipun bisa pulang dengan piala di tangannya.
Rentetan kegagalan itu membuat DiCaprio kerap jadi bahan olok-olok setiap perlehatan Oscar berlangsung. Meme kisah kegagalan DiCaprio seakan menjadi rutinitas setiap Februari tiba.
Namun segala kisah itu berlalu pada Senin (29/2) waktu Indonesia. Dengan mata berkaca-kaca, DiCaprio akhirnya mengangkat Piala Oscar pertamanya sebagai aktor terbaik.
Berjarak 8.766 kilometer dari lokasi Oscar, pendukung tim sepak bola Liverpool juga melewati tanggal kabisat dengan mata yang berkaca-kaca. Mata mereka bukan berkaca-kaca karena menyaksikan kata sambutan DiCaprio saat menerima piala.
Jika air mata DiCaprio adalah bukti kebahagiaan maka Liverpudlian harus menahan air mata kesedihan. Sebab, beberapa jam sebelum DiCaprio meraih gelar Oscar pertamanya, Liverpool harus merelakan gelar perdana di era kepelatihan Juergen Klopp melayang di Stadion Wembley London.
Penyebabnya, the Reds kalah lewat drama adu penalti dari Manchester City pada final Capital One Cup. Setelah bermain imbang 1-1 selama 120 menit, Liverpool harus menyerah 1-3 pada drama tos-tosan.
Sejatinya ada benang merah dari kisah DiCaprio dan Liverpool sebelum tanggal 29 Februari. Kesamaan itu adalah keduanya kenyang akan kisah kegagalan.
Jika DiCaprio senantiasa gagal di Oscar, sebaliknya Liverpool tak pernah bisa meraih gelar di Liga Primer Inggris. Memang, Capital One Cup adalah ajang yang berbeda dengan Liga Primer. Tapi, kekalahan di Capital One semakin mempertegas fakta bahwa Liverpool nyaris mustahil bisa mewujudkan penantiannya selama 25 tahun di Liga Primer.
Jika DiCaprio menanti Oscar sejak 1994, maka Liverpool sudah sejak 1991 memimpikan untuk menjadi tim terbaik di Inggris. Tapi Tuhan telah menulis suratan yang memisahkan takdir DiCaprio dan Liverpool pada tanggal 29 Februari WIB.
DiCaprio akhinya bisa tertawa bahagia. Sedangkan Liverpool kembali jadi sasaran bully di media sosial. Sejumlah netizen pun ramai mengangkat perbandingan prestasi DiCaprio dengan the Reds. "Jadi, DiCaprio telah memenangkan Oscar, sementara Liverpool masih belum bisa juara?," sindir salah satu netizen dengan akun @Cpt_Tintin
Akun Footy Jokes pun tak ketinggalan dengan kicauannya yang berbunyi,"Leonardo DiCaprio menang Oscar sebelum Arsene Wenger membawa Arsenal juara Liga Champions dan Liverpool juara Liga Primer."
Kembali ke soal DiCaprio. Kemenangannya di Oscar kali ini tak terlepas dari tangan dingin sutradara sekelas Alejandro González Iñárritu. Iñárritu yang juga merupakan tiga kali peraih Best Director di pentas Oscar nyatanya mampu menularkan tuahnya kepada bintang berdarah Italia-Jerman ini.
Sebab di tangan arsitek berkualitas, potensi seseorang bisa mencapai klimaksnya. Hal inilah yang bisa jadi pembelajaran sekaligus harapan bagi Liverpool. Sebab selama ditangani pelatih dengan kualitas prestasi pas-pasan, prestasi the Reds akan sekadarnya pula. Lihat saja Liverpool era Brendan Rodgers, Gerard Houllier, hingga Roy Hodgson.
Sebaliknya, dengan pelatih bercatatan juara, Liverpool bisa memasuki masa jayanya. Ini seperti Rafael Benitez yang berbekal juara di Valencia bisa membawa Liverpool berprestasi di Liga Champions 2006.
Kini, harapan besar ada pada sosok Klopp. Pelatih yang punya riwayat juara bersama Borussia Dortmund ini diharapkan bisa layaknya sosok Iñárritu bagi DiCaprio. Setidaknya harapan itu terbuka lebar pada musim depan.
Pada akhirnya mengaitkan kisah DiCaprio dan Liverpool bukan semata berdasar ilmu 'cocokologi' semata. Nyatanya, DiCaprio punya pengalaman pribadi yang unik dengan Liverpool.
Lucunya, Liverpool yang menyebabkan DiCaprio urung menggemari sepak bola. Ini seperti kisah yang diutarakan aktor Stephen Graham. Rekan aktor DiCaprio dalam film Gangs of New York ini mengaku pernah mengajak DiCaprio menyaksikan sebuah laga Liverpool pada 2009.
Hanya 45 menit DiCaprio menyaksikan laga itu sebelum akhirnya dia pamit kepada Graham. "Sudah 45 menit yang aku habiskan untuk menyaksikan laga (Liverpool) ini dan skor masih 0-0? Lebih baik saya pergi," ucap DiCaprio, seperti diturukan Graham kepada laman Zeenews.
Memang, DiCaprio bukan orang yang bisa menanti terlalu lama. Laiknya kebosanan menanti Piala Oscar. Sebaliknya, para Liverpudlian agaknya merupakan manusia-manusia yang memiliki sifat sabar yang luar biasa. Sehingga, kata-kata 'masih ada tahun depan' tetap bisa kita dengar dari Liverpudlian yang masih belum lelah menanti kapan puasa gelar itu berhenti.....n