Kamis 02 Mar 2017 23:31 WIB

Kebangkitan AS Monaco Menggoyah Dominasi PSG

Rep: Febrian Fachri/ Red: Andri Saubani
Para pemain AS Monaco saat merayakan gol ke gawang OGC Nice pada laga Ligue 1, 4 Februari 2017.
Foto: EPA/Sebastien Nogier
Para pemain AS Monaco saat merayakan gol ke gawang OGC Nice pada laga Ligue 1, 4 Februari 2017.

REPUBLIKA.CO.ID, Ligue 1 Prancis terasa berbeda musim ini. Kepergian Zlatan Ibrahimovic ke Manchester United (MU) membuat kestabilan Paris Saint-Germain (PSG) goyah. PSG tak lagi jadi penguasa tunggal Ligue 1 seperti yang terjadi empat tahun terakhir.

Jalur persaingan juara kompetisi sepak bola tertinggi di Prancis tersebut kini sangat terbuka. Setidaknya hingga pekan ke-27 masih ada tiga klub yang bersaing ketat menuju juara. Yakni AS Monaco, PSG, dan OGC Nice.

Monaco ada di posisi teratas dengan nilai 62. Unggul tiga angka dari Les Parisiens di posisi runner up. Nice membuntuti dari posisi tiga dengan nilai yang sama dengan PSG. Mario Balotelli dan kawan-kawan hanya kalah selisih gol dari juara bertahan.

Munculnya Monaco sebagai penguasa sementara pimpinan klasemen Ligue 1 terasa mengejutkan. Sejak awal musim, justru Nice yang sempat memimpin jauh dibanding kompetitor lain karena faktor kedatangan Balotelli. Namun, perlahan Monaco mulail menanjak naik dan konsisten merebut kemenangan setiap pekan.

"Ini akan jadi tahun yang hebat buat Monaco. Kami punya momentum dan skuad yang lengkap," kata pelatih Monaco, Leonardo Jardim, dikutip dari laman resmi AS Monaco, Kamis (2/3). Mimpi merengkuh trofi Ligue 1 tentu tertanam di benak semua elemen baik itu pemain, manajemen dan pendukung Les Monégasques.

Klub yang bermarkas di Stade Louis II itu sudah 17 tahun puasa gelar Liga Prancis. Terakhir, Monaco mengangkat trofi Ligue 1 pada 2001. Setelah itu kolektor tujuh gelar Liga Prancis itu tersingkir dari peta persaingan. Selain karena faktor tumbuhnya beberapa dominasi klub tertentu secara pergantian di Liga Prancis semisal era kejayaan Olimpique Lyon sejak 2002 sampai 2008, dan empat tahun terakhir era dominasi PSG.

Runner up Liga Champions 2004 ini sempat terpuruk pada 2012. Saat itu, Monaco bermasalah dengan keuangan sehingga mereka harus terima terdegradasi ke Ligue 2. Barulah setelah itu, klub yang dikuasai pengusaha Rusia, Dmitry Rybolovlev mulai bergeliat. Semusim di divisi dua cukup untuk Monaco merenung dan berbenah.

Pada musim 2013/2014, klub yang juga dijuluki Les Rouges et Blancs ini promosi lagi ke Ligue 1. Ketika itu kekuatan keuangan Monaco sudah stabil. Dibuktikan dengan kemenangan mereka dalam perburuan striker subur dari Atletico Madrid, Radamel Falcao. Pemain yang kini menjadi inspirator kebangkitan Monaco musim ini.

Selain momentum turbulensi PSG, Monaco juga melakukan sejumlah transfer yang tepat. Dua penyerang utama yang diandalkan Jardim adalah pemain yang musim lalu dipinjamkan ke klub lain. Falcao baru pulang ke Prancis usai berpetualang dua musim bersama MU dan Chelsea. Ada juga Valère Germain yang ditarik lagi setelah semusim dipinjamkan ke Nice. Kemudian pembelian bek tangguh asal Polandia, Kamil Glik juga menjadi penguat lini belakang Monaco.

Hengkangnya Falcao dari Atletico Madrid pada 2013 silam banyak dianggap sebagai pilihan antiklimaks. Konsistensi ketajaman bintang asal Kolombia itu sejak bersama FC Porto sampai di Atletico membuatnya banyak diidolakan. Saat itu banyak yang menghendaki jika hengkang dari Atleti, Falcao pindah ke Inggris agar namanya semakin berkibar.

Tapi godaan uang dari Monaco membuat Falcao membelot ke Ligue 1. Pilihan yang dianggap keliru. Karena selain Monaco tidak terlalu favorit, ketajaman Falcao juga jauh menurun. Bomber yang kini berusia 31 tahun itu juga kerap dihantam cedera.

Setelah menjalani musim perdana yang buruk di Ligue 1, Falcao dipinjamkan ke MU. Di Old Trafford Falcao hanya jadi penghangat bangku cadangan. Semusim setelahnya giliran the Blues, Chelsea yang meminjam jasa pemain bernama lengkap Radamel Falcao García Zárate tersebut.

Di Chelsea pun sama. Falcao malah semakin tenggelam. Walau bermain di Liga Primer Inggris, Falcao tak terlalu kelihatan. Ketajamannya seperti saat menjadi top skorer LIga Europa 2010-2011 dan 2011-2012 hilang. Sampai akhirnya musim panas 2016, Monaco menariknya lagi ke Stade Louis II.

Menderita selama tiga tahun dirasa cukup buat Falcao. Bekas pemain River Plate tersebut ingin kembali dikenal sebagai predator gawang lawan. Kegigigan berjuang dan berlatih disiplin membuat Falcao kembali. Musim ini Falcao sudah mencetak 24 gol buat Monaco. 16 ia lesakkan di Ligue 1. "Saya berada di tim yang kuat. Teman-teman di sini (Monaco) membuat saya tak lupa cara mencetak banyak gol," ujar Falcao.

Falcao tak mau disebut sebagai faktor utama kebangkitan The Red and Whites. Menurut pemain kelahiran Santa Marta, Kolombia itu, sosok pelatih Leonardo Jardim lah yang membuat semangat tempur Monaco meningkat drastis. Pelatih asal Venezuela itu kata Falcao punya kecerdasan menentukan strategi. Selain itu, Jardim juga menciptakan suasana yang sejuk di ruang ganti.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement