REPUBLIKA.CO.ID, PALEMBANG -- Ulah pendukung Sriwijaya FC yang melemparkan botol saat tim kesayangannya menjamu Persib di Stadion Gelora Sriwijaya pada 4 September lalu arus dibayar mahal. Sriwijaya FC terkena sanksi denda dari Komisi Disiplin PSSI.
“Manajemen sudah mendapat surat pemberitahuan dari PSSI bahwa telah terjadi pelanggaran terhadap pasal 65 dan Sriwijaya FC terkena sanksi denda uang sebesar Rp 45 juta,” kata sekretaris perusahaan PT Sriwijaya Optimis Mandiri –perusahaan pengelola Sriwijaya FC – Faisal Mursyid, Jumat (15/9).
Surat tersebut diperkuat dengan rekaman video yang memperlihatkan penonton Sriwijaya FC terbukti melakukan pelemparan botol ke lapangan. Berdasarkan itu, lalu Komdis PSSI menetapkan sanksi denda. Meski ada peluang banding atas sanksi tersebut, menurut Faisal Mursyid manajemen Sriwijaya FC memilih untuk memperbaiki sistem pengamanan di stadion agar peristiwa seperti itu tidak terulang lagi.
“Manajemen dan panitia pelaksana pertandingan Sriwijaya FC sudah berulang kali membuat surat yang isinya melarang pedagang untuk menjual minuman dalam bentuk botol ke dalam stadion Gelora Sriwijaya saat laga kandang. Tapi ternyata masih ada pelemparan dari penonton ke lapangan,” ujarnya.
Menurut sekretaris perusahaan PT Sriwijaya Optimis Mandiri, pada pertandingan selanjutnya manajemen akan lebih memperketat pengamanan di pintu masuk untuk meminimalisasi kejadian serupa terulang lagi. Faisal Mursyid menjelaskan, untuk penertiban pedagang yang masuk ke dalam stadion kewenangannya ada di PT Jakabaring Sport City.
“Untuk massalah pedagang ini, manajemen Sriwijaya FC akan kembali berkoordinasi dengan manajemen pengelola stadion,” kata pria yang kerap disapa Datuk.
Pada musim kompetisi Liga 1 2017, sanksi denda bagi Sriwijaya FC bukan yang pertama. Sebelumnya, manajemen klub yang bermarkas di Stadion Gelora Sriwijaya tersebut juga pernah mendapat hukuman serupa berupa denda sebesar Rp 25 juta saat laga melawan Persipura, 30 Agustus lalu. Ketika itu di dalam stadion ada suporter mengibarkan bendera Palestina. Perbuatan ini dinilai sebagai pelanggaran karena ada nuansa politik di dalamnya.