Jumat 15 Sep 2017 16:22 WIB

PSSI: Sepak Bola tak Boleh Dicampur Masalah di Luar Olahraga

Koreografi 'Save Rohingya', Bobotoh Persib di Stadion Si Jalak Harupat, Kabupatén Bandung, Sabtu (9/9). Akibat aksi ini, Persib disanksi denda Rp 50 juta oleh PSSI.
Foto: Febrian Fachri
Koreografi 'Save Rohingya', Bobotoh Persib di Stadion Si Jalak Harupat, Kabupatén Bandung, Sabtu (9/9). Akibat aksi ini, Persib disanksi denda Rp 50 juta oleh PSSI.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Disiplin PSSI telah menjatuhkan denda Rp 50 juta untuk Persib Bandung sebagai sanksi terhadap aksi koreografi 'Save Rohingya' Bobotoh dalam suatu laga Maung Bandung. Dengan keluarnya sanksi yang dijatuhkan terhadap Persib, Kepala Relasi Media dan Promisi Digital PSSI Gatot Widakdo mengatakan, bahwa hal itu sepenuhnya menjadi kewenangan Komite Disiplin berdasarkan kode disiplin sepak bola.

"Kami menghargai dan menghormati solidaritas untuk saudara kita di Rohingya. Namun, harus dimengerti sepak bola tidak boleh dicampuri dengan masalah lain di luar nilai-nilai olahraga. Oleh karena itu, suporter tidak boleh membawa atribut atau pesan yang tidak berkaitan dengan sepak bola atau olahraga dalam pertandingan," ujarnya, Gatot, Jumat (15/9).

Gatot menegaskan, kejadian seperti yang dialami Persib ini bukan hal yang baru dalam dunia sepak bola. Ia mencontohkan yang pernah dialami klub Skotlandian Celtic FC dari Badan Sepak Bola Tertinggi Eropa (UEFA).

"UEFA menjatuhkan denda sebesar 10.000 euro (sekitar Rp145 juta) kepada Celtic FC. Ini karena tindakan suporter mereka mengibarkan bendera Palestina dalam pertandingan Kualifikasi Liga Champions melawan tim Israel, Hapoel Beer-Sheva, 18 Agustus 2016. UEFA menganggap bendera tersebut sebagai spanduk terlarang dan dianggap melanggar Kode Disiplin UEFA Artikel 16 Ayat 2," ucap Gatot.

Selain itu, Gatot pun mencontohkan kejadian yang pernah dialami oleh pesepak bola asal Denmark Nicklas Bendtner yang juga terkena sanksi denda 80.000 poundsterling gara-gara sengaja menurunkan celananya agar merek celana dalam yang dipakainya dilihat penonton. "Demikian juga dengan pesepak bola Brasil Neymar. Dalam olahraga tindakan ini disebut ambush marketing (iklan terselubung). Jadi, bukan cuma urusan politik, agama, dan SARA, penyampaian pesan marketing pun dilarang dalam sepak bola," ucapnya.

Gatot berharap kejadian itu menjadi pelajaran yang membuat masyarakat dan PSSI bisa bekerja sama dan saling mendukung dalam menjaga nilai-nilai sepak bola. Untuk menjaga marwah sepak bola, menurut dia, bukanlah pekerjaan yang ringan.

PSSI yang sudah diberi mandat oleh masyarakat pun tidak bisa jalan sendirian. Harus ada dukungan dan kesadaran semua pihak karena sepak bola Indonesia bukan hanya milik PSSI, melainkan juga masyarakat Indonesia. "Oleh karena itu, harus kita jaga bersama-sama," katanya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement