Ahad 15 Oct 2017 20:43 WIB

Dokter: Choirul Huda Alami Benturan di Dada dan Rahang

Rep: Ali Mansur/ Red: Andri Saubani
Penjaga gawang Persela Lamongan Choirul Huda mendapatkan perawatan medis saat laga melawan Semen Padang dalam lanjutan Gojek Traveloka Liga 1 di Stadion Surajaya Lamongan, Jawa Timur, Minggu (15/10). Choirul Huda meninggal dunia karena mengalami cedera usai berbenturan dengan rekan setimnya Ramon Rodrigues pada laga tersebut.
Foto: Rahbani Syahputra/Antara
Penjaga gawang Persela Lamongan Choirul Huda mendapatkan perawatan medis saat laga melawan Semen Padang dalam lanjutan Gojek Traveloka Liga 1 di Stadion Surajaya Lamongan, Jawa Timur, Minggu (15/10). Choirul Huda meninggal dunia karena mengalami cedera usai berbenturan dengan rekan setimnya Ramon Rodrigues pada laga tersebut.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kiper legendaris Persela Lamongan, Choirul Huda mengembuskan napas terakhirnya saat membela Laskar Joko Tingkir menjamu Semen Padang, di Stadion Surajaya, Ahad (15/10) petang WIB. Kiper senior ini bertabrakan dengan rekan setimnya, Ramon Rodrigues, dan penyerang Semen Padang, Marcel Sacramento. Choirul Huda sempat meringis, tak lama kemudian jatuh pingsan sehingga langsung dibawa ke rumah sakit dengan menggunakan ambulans.

Menurut dokter Yudistiro Andri Nugroho, Spesialis Anastesi yang menangani Choirul Huda meyampaikan apa yang dialami oleh almarhum. Menurutnya, Choirul Huda mengalami trauma benturan dengan sesama pemain. Sehingga, kata Yudistiro, yang bersangkutan mengalami kesulitan bernapas dan henti jantung.

"Sesuai analisis, awal benturan ada di dada dan rahang bawah. Ada kemungkinan trauma dada, trauma kepala dan trauma leher," jelas Kepala unit Instalasi Gawat Darurat RSUD dr Soegiri Lamongan, seperti dikutip dari laman resmi Persela Lamongan, Ahad (15/10).

Lanjut Yudistiro, di dalam tulang leher itu ada sumsum tulang yang menghubungkan batang otak. Di batang otak itu ada pusat-pusat semua organ vital, pusat denyut jantung dan napas. Maka kemungkinan, hal itu menyebabkan Choirul Huda henti jantung dan henti napas, itu analisis awal pihaknya. Karena, masih kata Yudistiro, tim tidak sempat melakukan pemindaian, karena Huda tidak layak diberangkatkan dengan kondisi kritis seperti itu.

"Kita tidak bisa mengkondisikan untuk dibawa ke radiologi. Kita lebih menangani kondisi awal," tambahnya.

Sebenarnya, tim medis di stadion sudah melakukam penanganan pembebasan jalan napas dengan bantuan napas. Kemudian juga dirujuk ke UGD RSUD dr Soegiri. Bahkan di dalam ambulans juga ditangani secara medis untuk bantuan napas maupun untuk penanganan henti jantung. Sesampainya di UGD segera ditangani. Kemudian, kata Yudistiro, pihaknya melakukan pemasangan alat bantu napas yang sifatnya permanen.

Tidak hanya itu, pihaknya juga melakukan intubasi dengan memasang alat semacam pipa napas. Itu yang menjamin oksigen bisa 100 persen masuk ke paru-paru. Dengan itu diharapkan bisa melakukan pompa otak sama jantung. Sempat ada respons dari Choirul Huda dengan adanya gambaran kulit memerah, tetapi kondisnya tetap semakin menurun.

"Pompa jantung dan otak itu dilakukan selama 1 jam tidak ada respons. Tidak ada reflek tanda-tanda kehidupan normal. Kemudian kita menyatakan meninggal pada pukul 16.45 WIB. Kita sudah mati-matian untuk mengembalikan fungsi vital tubuh Choirul Huda," tutup Yudistiro.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement