Selasa 17 Oct 2017 09:06 WIB

Berkaca Kasus Choirul Huda, Ini Jenis Trauma Benturan Kepala

Rep: Rr Laeny Sulistyawati/ Red: Endro Yuwanto
Penjaga gawang Persela Lamongan Choirul Huda mendapatkan perawatan medis saat laga melawan Semen Padang dalam lanjutan Gojek Traveloka Liga 1 di Stadion Surajaya Lamongan, Jawa Timur, Minggu (15/10). Choirul Huda meninggal dunia karena mengalami cedera usai berbenturan dengan rekan setimnya Ramon Rodrigues pada laga tersebut.
Foto: Rahbani Syahputra/Antara
Penjaga gawang Persela Lamongan Choirul Huda mendapatkan perawatan medis saat laga melawan Semen Padang dalam lanjutan Gojek Traveloka Liga 1 di Stadion Surajaya Lamongan, Jawa Timur, Minggu (15/10). Choirul Huda meninggal dunia karena mengalami cedera usai berbenturan dengan rekan setimnya Ramon Rodrigues pada laga tersebut.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Meninggalnya kiper Persela Lamongan Choirul Huda akibat trauma benturan kepala, leher, hingga dada, beberapa hari lalu meninggalkan duka mendalam bagi pecinta sepak bola. Masyarakat pun diminta mengetahui jenis trauma kepala supaya dapat dengan tepat menanganinya.

Dosen Fakultas Kedokteran Universitas Pembangunan Nasional (UPN) 'Veteran' Jakarta, Dr dr Arman Yurisaldi MS mengatakan, masyarakat harus tahu jenis trauma kepala ada tiga macam. Pertama adalah trauma cedera kepala ringan, kedua cedera trauma kepala sedang, dan trauma kepala berat.

Seseorang yang tidak sadar kurang dari lima menit, kata Arman, sudah dikategorikan cedera kepala ringan. Sementara jika ia tidak sadar selama lima menit sampai enam jam disebut cedera kepala sedang, dan cedera kepala berat jika dia pingsan selama lebih dari enam jam.

Menurut Arman, masyarakat harus waspada jika ada benturan kepala, pasien yang awalnya sadar dan kemudian kesadaran menurun bisa terjadi karena pendarahan di dalam otak. "Perdarahan di dalam otak bisa terjadi perlahan terutama benturan di pelipis. Pembuluh darah ini ada di pelipis dan bila terjadi benturan maka pelipis rawan pecah," ujar Arman kepada Republika.co.id, Senin (16/10).

Jadi, lanjut Arman, bila itu terjadi maka darah perlahan mengalir ke dalam otak sehingga membuat orang yang terbentur semakin menurun kesadarannya. Darah itu, kata dia, memang tidak seketika terkumpul banyak tetapi perlahan-lahan dan orang yang mengalami trauma ini akan tampak mengantuk. "Kalau otak dibiarkan terdesak, ini bisa mendesak batang otak, dan dia meninggal dunia. Jadi, untuk kasus benturan bila terjadi tidak sadar kurang dari lima menit ada

baiknya dibawa ke rumah sakit untuk dilakukan observasi," kata pria yang juga dokter spesialis saraf di Rumah Sakit Ibu dan Anak (RSIA) Aulia Jagakarsa ini.

Ketika terjadi penurunan kesadaran di RS, kata Arman, maka bisa dipantau dengan CT scan dan bisa terlihat kalau ada darah mengalir di dalam otak. Darah itu mengumpul antara selaput otak dengan otak. "(Pendarahan) pada kaum muda disebut epidural hematoma (EDH) sementara pada orang tua disebut subdural hematoma (SDH). Bentuknya di CT scan sudah berbeda," ujarnya.

Bila sudah di CT scan dan sudah diketahui jenisnya, kata Arman, maka bisa diusulkan pada dokter bedah untuk dilakukan tindakan misalnya pembedahan. "Jadi, darah bisa dikeluarkan cepat dan tidak menekan ke dalam otak."

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement