Senin 13 Nov 2017 17:14 WIB

Semen Padang, dari Pahlawan Menjadi Pesakitan

Pemain Semen Padang FC tak kuasa meluapkan kesedihannya setelah timnya dipastikan terdegradasi ke Liga 2 tahun 2018 nanti.
Foto: Republika/Sapto Andika Candra
Pemain Semen Padang FC tak kuasa meluapkan kesedihannya setelah timnya dipastikan terdegradasi ke Liga 2 tahun 2018 nanti.

Oleh Febrian Fachri

Wartawan Republika

Berurai air mata. Itulah yang terjadi pada insan pecinta sepak bola Ranah Minang begitu mendengar klub kebanggaan Semen Padang dipastikan terdegradasi ke Liga 2 musim depan. Margin dua angka dengan peringkat 15 Liga 1 Perseru Serui di klasemen akhir tak dapat lagi dipangkas walau Kabau Sirah menang 2-0 atas PS TNI di Stadion Haji Agus Salim, Padang, Ahad (12/11). 

Penyebabnya, Serui juga secara dramatis memenangkan perjuangan keras di bawah guyuran hujan deras di Stadion Si Jalak Harupat, Soreang Kabupaten Bandung dalam waktu bersamaan. Skor pun mirip, Serui dengan gagah menundukkan tuan rumah Persib Bandung 2-0.

Irsyad Maulana, Agung Prasetyo, Adi Nugroho, Riko Simanjuntak terekam video dan foto ketika mereka tak kuasa menahan air mata. Bahkan, ofisial PS TNI ikut menenangkan pemain Semen Padang untuk menghadapi cobaan berat ini.

Pendukung Semen Padang di Kota Bengkuang maupun di berbagai pelosok negeri turut berduka. Di Padang, para suporter terlihat masih memberikan dukungan moral kepada pemain ketika hendak meninggalkan stadion.  Pecinta Pandeka Minang bernyanyi untuk Semen Padang walaupun air mata mereka terus mengalir.

Di media sosial pun simpati dan ekspresi kesedihan pun banyak terunggah. Berita terdegradasinya Semen Padang menjadi viral dan menjadi trending topic di jagat twitter Indonesia.

Kekecewaan dan kesedihan ini wajar karena Semen Padang dalam satu dekade terakhir selalu membuat pecinta sepak bola Ranah Minang bangga. Walau prestasi tidak semenonjol klub-klub Jawa, Semen Padang selalu eksis dan gigih berjuang demi membuktikan Sumatera Barat adalah kampungnya pesepak bola hebat.

Puncak kejayaan Semen Padang ditorehkan pada 2011 dan 2012. Pada rentang waktu tersebut, Kabau Sirah menjuarai Liga Prima Indonesia dan mewakili Indonesia di kompetisi Asia.

Ketika sepak bola Indonesia carut marut akibat dualisme di organisasi induk PSSI, Semen Padang menjadi tumpuan buat timnas Indonesia. Mereka menghibahkan pelatih kala itu Nil Maizar untuk melatih Tim Nasional. Beberapa pemain Semen Padang di tahun tersebut seperti Vendry Mofu, Ferdinand Sinaga dan Titus Bonai menjadi andalan utama Garuda Merah Putih.

Deja Vu 2007

Pesepak bola asal Pantai Gading Didier Zokora (kanan). (ANTARA/Iggoy el Fitra)

Sebenarnya Semen Padang mengawali Liga 1 Indonesia 2017 dengan baik. Materi pemain yang disiapkan tim yang bermarkas di Indarung ini lebih dari cukup. Bintang-bintang lama seperti Riko Simanjuntak, Irsyad Maulana dan Vendry Mofu dipertahankan. Kehilangan M Nur Iskandar yang hengkang ke Sriwijaya FC diganti dengan kehadiran Tambun Naibaho.

Kabau Sirah juga tak luput dari demam marquee player dengan mendatangkan legenda berpengalaman asal Pantai Gading Didier Zokora. Dari tiga laga pembuka, Semen Padang sempat mencicipi puncak klasemen. Hal itu membuktikan skuat Semen Padang sudah lebih dulu padu ketika tim-tim lain masih mencari bentuk setelah jeda kompetisi resmi yang lumayan lama.

Tapi, karakter bermain dan keberanian Riko dan kawan-kawan perlahan memudar ketika kompetisi mulai memasuki fase pertengahan. Semen Padang yang dikenal jago kandang selama Indonesia Soccer Championship 2016 mulai loyo walau main di Stadion Haji Agus Salim. 

Beberapa kali, Semen Padang keok di kandang sendiri walau melawan tim yang bukan favorit seperti Mitra Kukar dan Barito Putera. Dalam kondisi seperti itulah Semen Padang yang awalnya eksis di papan tengah mulai turun peringkat sampai menyentuh zona degradasi.

Momen seperti ini persis 10 tahun lalu yang juga dialami Kabau Sirah. Di akhir era Divisi Utama Liga Indonesia 2007 lalu, Semen Padang juga terpuruk sampai terdegradasi. Semen Padang finis di posisi 16 klasemen akhir wilayah barat. Walau setelah musim  tersebut liga berganti format menjadi Liga Super Indonesia, Semen Padang tak dapat ikut karena posisi buruk di klasemen akhir Divisi Utama.

Untuk berjuang bangkit menembus Liga Super, Semen Padang mengontrak bekas pelatih Persib Bandung Arcan Iurie. Saat baru datang ke Padang, pelatih asal Moldova itu mengatakan problem utama Semen Padang adalah persoalan mental. 

Semen Padang terpuruk ke zona merah karena tidak ada rasa kepercayaan diri dalam mengelaborasi semua kemampuan merenggut kemenangan. Hal itulah yang paling utama dibenahi pelatih kulit putih tersebut. PR besarnya adalah mengembalikan jati diri Kabau Sirah agar tidak takut melawan tim manapun. 

Pekerjaan Iurie pun berhasil di mana ia mengantarkan Semen Padang promosi setelah dua tahun main di Divisi Utama. Iurie lah yang meletakkan tonggak yang kemudian berujung kejayaan di era pertama Nil Maizar.

Persoalan tersebut agaknya juga sama dengan tahun ini. Semen Padang diterpa rasa kaku di beberapa pertandingan yang seharusnya dapat dengan mudah mereka menangkan. Kejenuhan pelatih Nil Maizar menjadi persoalan. 

Dia tak mampu lagi memanfaatkan potensi Riko, Mofu, Irsyad, dan Marcel untuk dibuat menjadi ancaman bagi lawan. Sayangnya, manajemen Semen Padang terlambat menyadari. Semen Padang memutus kontrak Coach Nil di ketika Liga 1 sudah akan berakhir.

Pelatih anyar Safriyanto Rusli yang dipercaya melanjutkan pekerjaan Nil sebenarnya berhasil mengembalikan kepercayaan diri Pandeka Minang untuk menikam setiap musuh. Dua laga terakhir di Stadion Haji Agus Salim, lawan-lawan selalu dibuat gagal memetik angka. Sayangnya, hal itu tak cukup lagi untuk membuat Semen Padang mampu menghindari Liga 2.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement