REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) Eko Noer Kristiyanto mengatakan, secara yuridis sepak bola adalah milik FIFA. Hal itu pun terkait dengan law of game yang dimiliki oleh Federasi Sepak Bola Dunia itu.
"Semisal, peraturan untuk mengatur jumlah pemain sebanyak sebelas pemain, terdapat hakim garis, dan tersedia bola yang berjumlah satu saat pertandingan. Hal itu adalah otoritas FIFA. Dan masuk ke dalam lex ludica," kata Eko, Sabtu (25/11).
Menurut Eko, tidak ada sepak bola tanpa izin negara dan terkait yurisdiksi hukum negara. Dan masalah administrasi dalam urusan masalah sepak bola adalah urusan negara. Seperti, pendaftaran badan hukum perseroan terbatas (PT) untuk klub sepak bola harus mendaftar di Direktorat Jenderal (Ditjen) Administrasi Hukum Umum (AHU). Sedangkan, untuk izin bekerja para pemain asingnya juga harus diurus melalui Ditjen Imigrasi.
Kemudian untuk pendaftaran hak-hak eksklusif logo klub sepak bola, lanjut Eko, semestinya harus diurus di Ditjen Kekayaan Intelekual. Seperti dilakukan oleh klub sepak bola, Persebaya, Persib Bandung, dan Sriwijaya FC. "Klub sepak bola asal Bandung, Persib sudah memilik PT bernama PT Persib Bandung Bermartabat," ujarnya.
Eko menambahkan, alasan klub sepak bola di Indonesia harus memiliki status badan hukum bertujuan untuk memenuhi status legalitasnya. Seperti di tiap klub yang mengikuti Liga 1 diwajibkan untuk memiliki bentuk badan hukum PT.
Sebab, lanjut Eko, saat klub sepak bola di Indonesia masih belum berbentuk PT, maka pembayaran pajak tidak akan tertib dan tidak terpantau dengan baik. Sebaliknya, bila klub sepak bola sudah berbadan hukum PT. Maka, pembayaran pajak akan menjadi lebih jelas dan memilki kepastian hukum. "Bahkan klub berbentuk badan hukum yang berstatus sebagai sponsor yang menjamin para pemain asing akan lebih pasti," kata dia.