Selasa 19 Dec 2017 05:44 WIB

Kaka Pesepak Bola Santun, Terdidik, Jauh dari Kontroversi

Ricardo Kaka (kedua kiri) saat menjuarai Liga Champions 2007 bersama AC Milan.
Foto: EPA/KERIM OKTEN
Ricardo Kaka (kedua kiri) saat menjuarai Liga Champions 2007 bersama AC Milan.

Oleh Febrian Fachri

Wartawan Republika

Ricardo Izecson dos Santos Leite atau akrab dipanggil Kaka merupakan salah bintang sepak bola dunia yang punya ciri khas. Di lapangan hijau, Kaka yang bermain sebagai second striker punya kecepatan, skill olah bola ala samba dan piawai dalam tendangan jarak jauh.

Di luar lapangan, dia adalah pribadi yang santun dan taat. Kaka dikenal sebagai pemeluk Protestan yang sangat taat. Kaka tidak pernah lupa menunjukkan kedua jari telunjukknya ke langit setiap berselebrasi merayakan gol. Hal itu dilakukan Kaka untuk ucapan rasa syukurnya kepada Tuhan yang telah menganugerahinya kemampuan mengolah bola.

Kaka juga berbeda dengan steorotipe pemain bintang dari Brasil. Pemain bintang dari Brasil kerap berlatar belakang keluarga miskin, hidup di jalanan dan tidak mengenyam pendidikan yang layak.

Kaka lahir dari keluarga berada. Ayah Kaka adalah seorang insinyur. Ibunya juga bekerja sebagai guru sekolah dasar. Walau keluarganya sangat mendukung Kaka di sepak bola sejak belia, mereka tetap tidak mengeyampingkan pendidikan pria kelahiran 22 April 1982. 

Sebelum menjadi pesepak bola profesional, Kaka 11 tahun mengenyam dunia pendidikan. Tak heran, Kaka menjadi pribadi yang tenang, tidak emosional, dan tidak menyukai kehidupan foya-foya.

Saat masih sama-sama di Milan 2008, bintang Brasil, Ronaldo, melontarkan guyonan yang menunjukkan bahwa dia bad boy sedangkan Kaka adalah cowok baik-baik. Kepada Pato yang masih berusia 17 tahun, Ronaldo bertanya apakah dia ingin masuk kelompoknya atau Kaka. 

“Kalau kamu gabung bersama kami, ambil majalah (Playboy) ini. Kalau tidak, pergilah sama Kaka dan jadilah orang taat," kata Pato bercerita kepada The Sun tahun lalu.

Saat rekeningnya menggendut dari hasil gaji dan uang iklan, Kaka tetap sederhana. Perilakunya terjaga dari dunia gemerlap karena sejak muda dia sudah hidup bahagia dengan perempuan yang dinikahinya pada 2005, Caroline Celico. Bersama Celio, Kaka memiliki dua anak, yakni Luca dan Isabella.

Kaka sangat jarang diterpa isu-isu miring. Bahkan ketika Kaka berpisah dengan Caroline, hubungan keduanya tetap tampak baik. Bahkan, Kaka dan mantan istrinya itu masih berteman baik. 

Gemilang bersama Milan

Kaka memulai perjalanannya di dunia sepak bola pada usia belia. Dia sudah dimasukkan ke akademi oleh orang tuanya Bosco Izecson Pereira Leite dan Simone dos Santos sejak 1994. Orang tua Kaka memilih akademi Sao Paulo untuk menampa hobi dan kemampuan putra sulungnya itu. 

Kebetulan sejak Kaka berusia tujuh tahun keluarga Izecson pindah dari Kota Gama ke Kota Sao Paulo. Enam tahun belajar di Sao Paulo B, Kaka promosi ke tim utama pada 2001. Musim pertama Kaka bersama Tricolor berjalan mulus. 

Kaka mencetak 12 gol dari 27 penampilan bersama Sao Paulo di Liga Seri A Brasil. Sejak saat itu, nama Kaka mulai diperhitungkan sebagai pesepak bola muda berbakat.

Setahun berselang, pemain yang akrab disapa Ricky ini terdaftar untuk pemain Brasil yang berangkat ke Piala Duna 2002 di Jepang. Saat itu, Brasil dilatih Luiz Felipe Scolari. Tahun pertama bersama Selecao begitu spesial bagi Kaka. Walau hanya dipasang sebagai pemain cadangan, Kaka turut terdaftar sebagai pesepak bola yang menjuarai Piala Dunia.

Namanya melejit setelah ia hijrah ke AC Milan. Di Milan, Kaka menancapkan namanya sebagai salah satu pemain sukses di Eropa dan dunia. Karena itu, I Rossoneri adalah klub paling spesial di hati Kaka. 

"Bagaimana perasaan saya dengan Milan adalah hal yang tak bisa dijelaskan. Berjalan di kota ini, mengembalikan memori dan pengalaman hebat dalam hidup saya," kata Kaka ketika bulan lalu kembali ke Milan untuk bereuni, dikutip dari Football Italia.

Kaka menjadi bintang Milan sejak 2003 sampai 2009. Enam tahun kebersamaan Kaka dengan Milan penuh dengan kecintaan. Pemain yang identik dengan nomor punggung 22 di Milan itu menjadi bintang kesayangan Milanisti.

Kaka dibeli Milan dari Sao Paulo seharga 8 juta euro. Ketika itu, Milan memanfaatkan jasa Leonardo de Araujo, bekas pemain Brasil dan Milan yang ketika itu menjabat sebagai Direktur Teknik I Rossoneri.

Musim pertama Kaka berjalan gemilang dengan menyabet gelar Scudetto Serie A 2003-2004 untuk Milan. Di tahun pertamanya itu, Kaka membuat bintang asal Portugal Manuel Rui Costa harus banyak duduk di bangku cadangan Milan. Karena, pelatih Carlo Ancelotti lebih mempercayakan posisi trequartista kepada Kaka, yang ketika itu usianya masih 22 tahun.

Kaka semakin dicintai Milan ketika awal musim 2006-2007, I Rossoneri ditinggalkan Andriy Shevchenko yang hengkang ke Chelsea. Kehadiran Kaka membuat Milanisti tak perlu lama-lama meratapi kepergian Sheva.

Karena Kaka tampil konsisten di musim tersebut sebagai lumbung gol Milan. Bahkan di musim perdana Milan tanpa Sheva, Kaka mengantarkan Milan menjuarai Liga Champions 2007. Tahun itu menjadi puncak karir Kaka di mana ia menjadi top skorer Liga Champions dan diberi gelar Ballon d'Or dan pemain terbaik dunia FIFA.

Sampai sekarang, Kaka dianggap pemain normal meriah gelar FIFA Ballon d'Or. Sebab, 10 tahun kemudian, gelar prestisius itu menjadi trofi bergilir dua pemain 'dari planet lain' yakni Cristiano Ronaldo dan Lionel Messi.

Kemunduran di Madrid dan berakhir di Orlando 

Masa-masa jaya di Milan menjadi puncak dalam karir Kaka. Ia tak dapat mengulang catatan indah tersebut walau pindah ke Real Madrid dengan nilai di atas 60 juta euro. Kaka kalah mengkilap dengan CR7 yang sama-sama didatangkan ke Santiago Bernabeu pada 2009 lalu. 

Hal yang membuat penampilan Kaka menurun adalah cedera paha, yang sudah ia derita sejak masih di Milan dan tak kunjung sembuh. Kedatangan bintang-bintang muda seperti Mesut Oezil dan Angel di Maria membuat Kaka semakin sulit di Madrid. 

Pada 2013, Kaka memutuskan kembali ke Milan. Masa reuni dengan Milan hanya semusim dan tidak seindah periode pertama. Milan melepas Kaka ke Orlando City. 

Di sana, Kaka menjadi pemain dengan gaji termahal di Liga Amerika Serikat (MLS). Kaka didaulat menjadi kapten tim Orlando. Sama dengan saat di Madrid, gaji tinggi tak membuat prestasi Kaka membaik. Kaka tidak mempersembahkan satupun trofi buat Orlando. 

Tapi, nama besar Ricky cukup untuk menarik minat suporter meramaikan Orlando City Stadium Florida. Kaka pun sudah dianggap legenda di klub berjuluk The Lions tersebut setelah mengabdi selama tiga tahun.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement