Jumat 23 Feb 2018 23:29 WIB

Pebulu Tangkis Cipayung Adaptasi Aturan Tinggi Servis

Penetapan batasan tinggi servis tiap pemain menjadi 115 cm.

Rep: Fitriyanto/ Red: Israr Itah
Ganda putri Indonesia Apriani Rahayu memberikan kode kepada rekannya Greysia Poli sebelum melakukan servis ke arah ganda putri Indonesia Tania Oktaviani Kusumah dan Vania Arianti Sukoco dalam babak pertama Indonesia Master di Istora Senayan, Jakarta, Rabu (24/1).
Foto: Republika/Edwin Dwi Putranto
Ganda putri Indonesia Apriani Rahayu memberikan kode kepada rekannya Greysia Poli sebelum melakukan servis ke arah ganda putri Indonesia Tania Oktaviani Kusumah dan Vania Arianti Sukoco dalam babak pertama Indonesia Master di Istora Senayan, Jakarta, Rabu (24/1).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Federasi Bulu Tangkis Dunia (BWF) baru saja mengeluarkan sejumlah aturan baru. Salah satunya penetapan batasan tinggi servis tiap pemain menjadi 115 cm. Sebelumnya, tinggi servis disesuaikan dengan dengan antropometri tubuh masing-masing yaitu di rusuk terbawah.

Aturan batasan tinggi servis ini mengharuskan saat pertemuan shuttlecock dan kepala raket (impact), tidak boleh lebih tinggi dari 115 cm. Ketentuan ini rencananya mulai dicoba pada kejuaraan All England 2018 BWF World Tour Super 1000 yang akan berlangsung bulan depan.

"Guna mempersiapkan para atlet, PBSI telah memulai latihan servis menggunakan alat pengukur tinggi servis. Pada Jumat, (23/2), sebanyak tiga wasit bersertifikat BWF didatangkan khusus untuk memberi arahan dan masukan kepada para atlet Pelatnas Cipayung mengenai aturan baru ini. Salah satunya adalah Edy Rufianto yang telah malang melintang bertugas sebagai wasit dan hakim servis di berbagai turnamen internasional.

"Rata-rata kesulitannya adalah tangan kiri yang memegang shuttlecock, selalu mengangkat ke atas pada saat akan memukul shuttlecock. Bisa saja sebelum servis, shuttlecock posisinya di bawah, tapi saat impact, tangannya ke atas, waktu mau memukul ke bawah lagi. Ini mungkin terjadi, seperti servisnya Christinna Pedersen," kata Edy dalam rilis yang diterima Republika.co.id.

Ia mengatakan, aturan ini tujuannya mengawasi servis tinggi. Mungkin awalnya ada pemain-pemain tertentu yang merasa dirugikan dengan aturan yang lama. Servisnya sering diputuskan salah dengan batasan iga terbawah, artinya sesuai dengan antropometri si atlet. 

"Kalau atletnya tinggi seperti (Mads Pieler) Kolding, ya berarti otomatis rusuk terbawahnya juga tinggi. Rusuknya dia akan sedada orang lain, misalnya Kevin (Sanjaya Sukamuljo) yang tidak terlalu tinggi," jelas Edy.

Disebutkan Edy, aturan baru ini memang kurang menguntungkan bagi pemain berpostur tinggi, namun positif untuk pemain berpostur tidak terlalu tinggi, seperti mayoritas pemain Indonesia. Ukuran 115 cm ini dianggap sebagai batas aman bagi pemain untuk melakukan servis tinggi (flick servis), bahkan bagi mereka yang tinggi sekalipun.

"Greysia (Polii) saya ukur rusuk terbawahnya itu ketinggiannya 112 cm. Artinya dia diuntungkan tiga cm lebih tinggi dari aturan yang lama. Servisnya dia bisa naik lagi tiga cm," tambahnya.

Edy juga menjelaskan bahwa dalam poin 9.13 aturan mengenai servis yang mengharuskan batang dan kepala raket harus mengarah ke bawah pada saat servis, sekarang ini tidak diberlakukan. Dengan kata lain, pemain bisa bebas melakukan servis seperti apa pun asalkan impact nya tidak lebih dari 115 cm.

"Jadi, karakter permainan bulu tangkis memang sudah bergeser. Sebelumnya di bulutangkis, servis itu kan awal dimulai permainan, kalau di tenis jadi awal serangan. Kalau sekarang bisa jadi servis di bulu tangkis itu awal serangan juga," ungkap Edy.

Dengan tidak ada batasan batang raket dan kepala raket di bawah, bisa saja Kevin melepas servis drive untuk menyerang. Untuk pemain seperti Kevin, Marcus Fernaldi Gideon, Apriyani Rahayu, kata dia, aturan ini justru menguntungkan. "Buat yang berpostur tinggi, ini bisa jadi bencana," ucapnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement