Sabtu 24 Feb 2018 06:33 WIB

Pebulu Tangkis Harus Hati-Hati Soal Refleks Saat Servis

Atlet akan terkena pelanggaran servis karena refleks tangan mereka yang naik.

Pebulutangkis ganda putra Indonesia, Marcus Fernaldi Gideon (kiri) dan Kevin Sanjaya Sukamuljo (kanan) melakukan servis ke arah lawan mainnya pasangan pebulutangkis Angga Pratama dan Mohammad Ahsan pada pertandingan simulasi Piala Sudirman 2017 di lapangan Pelatnas PBSI, Jakarta, Sabtu (13/5). Kevin dan Marcus menang atas Angga dan Ahsan dengan skor 19-21, 21-17 dan 21-10.
Foto: Widodo S Jusuf/Antara
Pebulutangkis ganda putra Indonesia, Marcus Fernaldi Gideon (kiri) dan Kevin Sanjaya Sukamuljo (kanan) melakukan servis ke arah lawan mainnya pasangan pebulutangkis Angga Pratama dan Mohammad Ahsan pada pertandingan simulasi Piala Sudirman 2017 di lapangan Pelatnas PBSI, Jakarta, Sabtu (13/5). Kevin dan Marcus menang atas Angga dan Ahsan dengan skor 19-21, 21-17 dan 21-10.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Wasit bulu tangkis Edy Rufianto memperingatkan atlet-atlet nasional terkait refleks gerakan tangan mereka saat melakukan pukulan servis. Ini menyusul aturan baru Federasi Bulu Tangkis Dunia (BWF) tentang batasan ketinggian servis.

"Seorang atlet akan terkena pelanggaran servis karena refleks tangan mereka yang naik saat melakukan servis menghentak atau flick," ujar Edy selepas simulasi aturan ketinggian servis 115 cm dari permukaan lantai lapangan di pemusatan pelatihan nasional Persatuan Bulu Tangkis Seluruh Indonesia (PBSI) Cipayung, Jakarta Timur, Jumat (24/2).

Aturan baru batasan ketinggian pukulan servis 115 cm itu, menurut Edy, mengubah aturan lama tentang batas ketinggian pukulan servis. Aturan sebelumnya, batas ketinggian servis berdasarkan tulang iga terbawah dari masing-masing atlet.

"Aturan itu memang merugikan bagi atlet yang berpostur tubuh tinggi dan sebaliknya menguntungkan bagi atlet berpostur pendek. Namun, aturan itu juga meringankan tugas hakim servis karena ada batasan yang jelas tentang ketinggian servis itu," kata wasit asal Indonesia yang telah mengantongi sertifikat internasional dari BWF itu.

Edy mengatakan seluruh wasit cabang bulu tangkis bersertifikat internasional akan mempunyai persepsi dan standar yang sama tentang pelanggaran pukulan servis para atlet dalam kejuaraan internasional. "Saya sudah menyampaikan kepada para pelatih dan atlet nasional untuk mengukur ketinggian 115 cm itu sebatas pada tubuh dia. Itu dibutuhkan agar para atlet dapat mengukur saat bertanding," katanya.

Penilaian ketinggian pukulan servis, menurut Edy, akan dipantau para wasit ketika shuttlecock menyentuh raket pemain pada permulaan pertandingan. "Kami juga akan mendapatkan bantuan dari alat pemantau ketinggian itu," katanya.

Atlet-atlet pelatnas yang masih kesulitan mengatasi refleks tangan mereka untuk menghindari pelanggaran batasan ketinggian servis antara lain Kevin Sanjaya Sukamuljo, Marcus Fernaldi Gideon, Mohammad Ahsan, dan Rian Agung Saputro. "Mereka harus membiasakan untuk tidak reflek mengangkat tangan kiri saat servis apalagi saat mereka mencoba pakai flick service," kata Edy.

Meskipun aturan ketinggian pukulan servis itu tampak menyulitkan atlet-atlet bulu tangkis, Edy mengatakan penerapan aturan baru juga sekaligus menghilangkan aturan lama pukulan servis tentang arah raket. "Aturan poin 9-17 dihapuskan dengan penerapan aturan baru. Poin 9-17 itu mengatur posisi batang dan kepala raket harus menghadap ke bawah saat pemain melakukan servis," ujarnya.

Konsekuensi penghapusan aturan poin 9-17, lanjut Edy, adalah karakter permainan cabang olahraga bulu tangkis akan berubah dan mulai mendekati permainan tenis. "Pada bulu tangkis, servis itu adalah awal dimulainya permainan. Dengan aturan poin 9-17 yang hilang, para pemain, terutama yang berpostur tubuh pendek, dapat memosisikan raket mereka untuk menyerang dan itu sama sebagaimana tenis yang memahami servis sebagai awal permulaan serangan," ujar Edy.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement