REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Rencana Presiden Joko Widodo (Jokowi) membentuk badan baru keolahragaan dianggap tak tepat. Ketua Asosiasi Profesor Keolahragaan Indonesia (Apkori) Djoko Pekik menilai rencana tersebut bakal membuat fungsi badan olahraga nasional yang ada saat ini menjadi tumpang tindih.
Djoko mengatakan, daripada Presiden Jokowi membentuk badan manajemen strategis olahraga, lebih baik ia mempertajam fungsi Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) dan kedeputian yang ada di dalamnya. “Menurut saya, tidak perlu ada badan baru lagi,” ujar dia saat dihubungi, Kamis (19/7).
Presiden Jokowi menyampaikan rencana pemerintah saat ini yang akan membentuk badan keolahragaan baru di bawah kordinasi Kepala Staf Kepresidenan. Badan baru tersebut salah satunya berfungsi dalam pembinaan keolahragaan dan pengembangan bakat serta prestasi atlet-atlet muda.
Djoko menjelaskan, sebetulnya saat ini di Kemenpora ada dua kedeputian yang berfungsi dalam pembibitan dan pengembangan prestasi atlet. Keduanya, yaitu Deputi III bidang Pembudayaan Olahraga, dan Deputi IV bidang Peningkatan Prestasi. Dua kedeputian tersebut punya banyak program tentang strategi atlet-atlet muda Indonesia.
Namun sayangnya, Djoko mengatakan program di dua kedeputian itu masih terasa belum optimal. “Lebih baik, saran saya optimalkan saja fungsi yang ada di dua kedeputian Kemenpora itu,” sambung Djoko yang pernah menjabat sebagai Deputi IV Kemenpora.
Soal pembibitan serta pembinaan atlet muda, Kemenpora melibatkan badan keolahragaan lain yang berada di Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI), juga federasi masing-masing cabang olahraga (cabor).
“(Badan keolahragaan) yang ada sekarang ini sudah sangat banyak. Hanya tinggal Presiden meminta Kemenpora, KONI, dan PB-PB fokus melakukan pembinaan,” ujar Djoko.
Djoko paham pembibitan dan pembinaan atlet-atlet di Indonesia memang bukan perkara gampang. Di Kemenpora, kata Djoko program-program terkait pembibitan dan pembinaan atlet-atlet muda berprestasi sebetulnya sudah baik. Tapi, tak ada kesinambungan yang baik lantaran keberpihakan anggaran yang tak memadai.
“Rasio APBN terhadap olahraga kita masih satu persen,” kata dia.
Menurut pria yang pernah menjadi angka tersebut jauh tertinggal dari negera-negara Asia Tenggara lainnya yang sudah berada di angka tiga sampai lima persen.