Senin 26 Nov 2018 21:55 WIB

Selain Ganti Pelatih, Desakan Ganti Pengurus PSSI Pun Muncul

Para suporter juga meminta agar ketua umum PSSI menanggalkan jabatannya.

Rep: Bambang Noroyono/ Red: Endro Yuwanto
Gusti Randa
Foto: Antara/Zabur Karuru
Gusti Randa

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Anggota Exco PSSI Gusti Randa menyatakan, kegagalan timnas di Piala AFF 2018 sebetulnya bukan faktor utama perlunya evaluasi. Sebab, menurut dia, evaluasi memang forum wajib saban tahun yang harus dilakukan federasi.

Tahun ini, kata Gusti, evaluasi tersebut menjadi wajib melihat desakan dari masyarakat sepak bola di Tanah Air yang kecewa dengan kegagalan timnas senior melewati fase grup Piala AFF. Karena itu evaluasi prioritas mengarah ke pergantian pelatih.

“Kalau pertanyaannya apakah (evaluasi) tentang pergantian pelatih? Saya kira, iya,” kata Gusti, Senin (26/11).

Namun tak sampai di situ. Keputusan mengganti pelatih timnas juga harus dibarengi dengan program timnas untuk musim mendatang. Karena, Gusti mengatakan, timnas Indonesia punya sejumlah agenda kejuaraan internasional, seperti partisipasi di SEA Games 2019, dan kualifikasi Piala Asia U-23, serta gelaran Piala AFF U-22. Evaluasi pun, lanjut dia, bukan cuma di level kepelatihan senior. Melainkan, di timnas level usia U-19 dan U-16.

Desakan mengganti kepelatihan timnas senior, sebetulnya muncul di internal federasi sendiri. Pergantian tersebut dengan melihat kegagalan timnas di Piala AFF.

Pada gelaran tersebut, tim kepelatihan Bima Sakti Tukiman jauh dari target juara setelah tak lolos fase grup. Skuat Garuda cuma mampu mengakhiri penyisihan Grup B di tangga keempat dengan mengemas empat angka. Indonesia kalah 0-1 dan 2-4 dari Singapura dan Thailand dan cuma mampu menahan imbang tanpa gol Filipina. Satu-satunya kemenangan hanya didapat dari Timor Leste lewat skor 3-1.

Namun desakan lain yang muncul adalah pergantian kepengurusan PSSI. Terutama di posisi ketua umum. Sejak 2016, federasi nasional dipimpin oleh Pangkostrad Letjen Edy Rahmayadi. Akan tetapi, semacam mosi tak percaya muncul dari para suporter timnas dalam setahun belakangan ini.

Para suporter kecewa dengan Edy yang setelah pensiun dari militer, dianggap tak fokus mengurus sepak bola melihat jabatan barunya sebagai gubernur di Sumatra Utara (Sumut). Kekecewaan suporter terhadap Edy tersebut terbaca dari setiap laga timnas.

Selama Piala AFF saja, saban laga timnas di Gelora Bung Karno Senayan Jakarta, kekesalahan para suporter ditonjolkan dalam aksi-aksi kampanye #EdyOut di jagat maya. Di dunia nyata, kekecewaan suporter teraktualisasi dengan chant-chant atau yel-yel yang meminta Edy mundur sebagai pemimpin PSSI.

Saat laga Indonesia kontra Filipina, Ahad (25/11), yel-yel dari 15 ribu penonton di GBK Jakarta, meminta Edy mundur dan meminta Revolusi PSSI. Federasi mengakui, desakan para suporter tersebut menjadi perhatian serius. “Kami tidak bisa menafikkan (menepis) fakta itu (meminta Edy mundur). Karena kami menganggap itu sebagai atensi negatif,” sambung Gusti.

Desakan meminta perombakan kepengurusan federasi itu pun sebetulnya bukan cuma disuarakan di akar rumput. Di level birokrasi, kata Gusti, PSSI pun saat ini dalam penilaian yang minus. “Pertama, publik ini kan seperti sudah muak dengan PSSI. Arah angin dari utara, pemerintah saat ini sudah menunjukkan gestur kemarahan. Media juga menekan,” jelasnya.

Pretasi timnas yang nihil, ditambah dengan kemuakan masyarakat sepak bola terhadap federasi, menjadi akumulasi kekecewaan. Akan tetapi, kata Gusti, Exco PSSI tak bisa mengambil sikap soal pergantian kepengurusan tersebut.

Sebab, kata Gusti, mekanisme untuk itu harus melewati forum tertinggi, yakni kongres. Karena yang punya hak suara meminta pergantian kepengurusan federasi adalah para anggota di PSSI yang disampaikan lewat kongres, sebagai forum tertinggi tersebut.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement