REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ajang tahunan NusantaRun memasuki tahun ke-6 peyelenggaraan dan akan berlangsung pada Jumat (7/12) hingga Ahad (9/12), menempuh jarak 169 kilometer dari Wonosobo (Jawa Tengah) ke Gunung Kidul (DI Yogyakarta). Mengusung konsep ultra marathon for charity, NusantaRun Chapter 6 menargetkan pengumpulan dana sebesar Rp 2,5 miliar.
Nantinya dana tersebut akan digunakan untuk program Pengembangan Pendidikan Murid Penyandang Disabilitas di Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta, bekerja sama dengan Kampus Guru Cikal dalam pelaksanaan program.
"NusantaRun bernaung di bawah Yayasan Lari Nusantara. Ini adalah funraising event, bukan race, bukan lomba lari, bukan jauh-jauhan lari. Tapi fokus kita adalah berlari, dimana kita punya komponen untuk berkontribusi membantu untuk sesama. Terutama di bidang edukasi," ujar Christopher Tobing, Co-Founder NusantaRun dalam jumpa pers NusantaRun 2018, Jumat (30/11) kemarin.
Isu pendidikan bagi penyandang disabilitas sangatlah penting. Apalagi mengetahui fakta bahwa masih banyak penyandang disabilitas di Indonesia yang kurang mendapatkan akses pendidikan dan akses pekerjaan.
"Melalui kampanye 'Pendidikan untuk Semua', kami ingin menyuarakan bahwa anak-anak penyandang disabilitas juga memiliki hak yang sama dalam akses terhadap pendidikan dan pekerjaan," ujar Christopher.
Lebih lanjut Christopher menilai, sebetulnya banyak dari penyandang disabilitas yang memiliki bakat dan potensi. Sayangnya kurang mendapatkan perhatian. Padahal, kata Christopher, jika penyandang disabilitas mendapatkan kesempatan yang sama dengan orang-orang pada umumnya tentu mereka bisa berkarya dan memiliki masa depan yang jauh lebih gemilang.
Nusantarun
Founder Kampus Guru Cikal Najeela Shihab mengatakan penyandang disabilitas di Indonesia hampir 30 juta atau sekitar 12,5 persen dari populasi. Untuk akses terhadap pendidikan, penyandang disabilitas yang mengenyam bangku Sekolah Dasar ke atas hanya 54,26 persen dibandingkan dengan non disabilitas yang mencapai angka 87,31 persen.
Adapun sekitar 45,74 persen penyandang disabilitas tidak pernah mengenyam pendidikan SD. Untuk akses terhadap pekerjaan, hanya 51,2 persen penyandang disabilitas berpartisipasi dalam pasar kerja dibandingkan dengan non disabilitas yang mencapai angka 70,40 persen.
"Sebuah riset yang dilakukan Universitas Negeri Semarang menyimpulkan bahwa pengelolaan pendidikan inklusi di Jawa Tengah masih kurang memadai, mulai dari aspek identifikasi kebutuhan murid, penyesuaian kurikulum, kualitas guru, sarana prasarana, pembiayaan hingga aspek sosialisasi ke masyarakat," ungkap Najeela.
Sebagai terobosan, Kampus Guru Cikal akan meluncurkan program Pengembangan Murid Penyandang Disabilitas di Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta yang lebih menekankan pada penyiapan keluaran atau lulusan pendidikan inklusi agar berhasil di pendidikan lanjutan.
"Melalui program tersebut, kami berharap ada contoh nyata keberhasilan pendidikan inklusi yang dapat meyakinkan orang tua, guru, dan masyarakat luas tentang potensi murid penyandang disabilitas," imbuh Najeela.
Tahun ini sebanyak 201 pelari yang terdiri dari 116 kategori half course (86 kilometer) dan 85 kategori full course (169 kilometer) dipastikan ikut serta. Mereka akan berlari mencapai garis finish di Pantai Sepanjang, Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta.
Kendati menuju garis finish yang sama, namun kedua kategori tersebut mulai berlari dari garis start yang berbeda. Pelari kategori full course akan mulai berlari di garis start yang berada di Kledung Pass Hotel, Wonosobo, Jawa Tengah dan pelari kategori half course akan mulai berlari di garis start yang berada di Kantor Kepala Desa Karangwuni, Wates, Daerah Istimewa Yogyakarta.