REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) Edy Rahmayadi menolak mundur dari posisinya sebagai pucuk pimpinan di federasi nasional. Purnawirawan jenderal bintang tiga tersebut menegaskan, ia akan bertahan di kursi ketua umum PSSI sampai periode kepemimpinannya pungkas pada 2020.
Edy mengatakan, sejumlah alasan mengapa dirinya menolak mundur. Pertama, kata dia, amanah kongres. Pada Kongres PSSI 2016 di Ancol, Jakarta, Edy diminta menjabat selama empat musim.
Menurut Edy, masih tersisa dua tahun sebelum kepemimpinannya selesai. “Saya akan tetap bertahan sebagai ketua umum karena jabatan saya belum habis,” ujar dia kepada wartawan, Kamis (6/12).
Selain itu, Edy pun masih optimistis di masa kepemimpinnya sepak bola nasional dapat lebih baik. Kata dia, masih banyak pekerjaan rumah di PSSI yang memaksa dia untuk tetap memimpin. Terutama soal prestsai sepak bola nasional.
Edy menjelaskan, kepemimpinannya masih sanggup mencapai cita-cita prestasi tertinggi sepak bola Indonesia. “Sampai titik darah penghabisan, saya akan laksanakan tugas dan amanah agar PSSI dan sepak bola Indonesia bisa lebih baik,” sambung dia.
Ungkapan Edy ini, sebetulnya menjawab desakan banyak pihak yang meminta dirinya mundur dari jabatan ketua umum PSSI. Bahkan sudah banyak kampanye #EdyOut di jagat maya. Tagar tersebut pun berlanjut dengan yel-yel saat laga timnas Indonesia di Gelora Bung Karno (GBK) pada gelaran Piala AFF 2018.
Desakan Edy mundur semakin masif karena di kejuaraan Asia Tenggara itu timnas Indonesia gagal melewati fase grup. Padahal, PSSI menargetkan Indonesia juara umum.
Tagar #EdyOut tersebut sebetulnya puncak dari kekecewaan insan sepak bola terhadap PSSI. Sejak Edy mencalonkan diri sebagai gubernur Sumatra Utara (Sumut) 2017 lalu, kekecewaan pun sebetulnya sudah terjadi.
Edy dianggap menjadikan PSSI sebagai motor politiknya dalam Pilkada 2017. Akan tetapi, Edy menjawab tuduhan tersebut dengan memilih cuti dari jabatan ketua umum selama kalender pilkada. Usai masa cuti, Edy kembali menjabat. Lepas dilantik menjadi gubernur, desakan agar Edy tak rangkap jabatan kembali muncul.
Bahkan Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Imam Nahrawi pernah meminta Edy mundur. “Posisi sebagai ketua umum PSSI itu tugas berat melihat sepak bola kita yang masih perlu banyak perbaikan. Menurut saya, Pak Edy harus memilih salah satu tugasnya. Karena peran sebagai gubernur di Sumatra Utara juga menuntut dia untuk bertugas dengan baik,” kata Imam.
Namun bukan cuma soal nirprestasi timnas dan rangkap jabatan yang membuat para suporter sepak bola meminta Edy mundur. Kekecewaan terhadap Edy pun terjadi ketika PSSI sepihak tak melanjutkan perpanjangan kontrak pelatih timnas Indonesia, Luis Milla Aspas, pada Agustus lalu.
PSSI sebetulnya sudah setuju memperpanjang kontrak pelatih asal Spanyol tersebut. Akan tetapi, pada akhirnya PSSI menunjuk Bima Sakti Tukiman sebagai pelatih skuat Garuda untuk Piala AFF 2018. Kegagalan di Piala AFF menjadi puncak kekecewaan terhadap Edy. Sejumlah pihak pun meminta mantan Pangkostrad tersebut cepat hengkang dari federasi sepak bola nasional.