Kamis 20 Dec 2018 15:56 WIB

Menanti Keseriusan Pemberantasan Mafia Sepak Bola

Bentuk kerjasama dengan kepolisian harus konkret dan terukur.

Ribuan fans rela berdesak-desakan untuk bisa menyaksikan timnas Indonesia beraksi di Piala AFF 2010.
Foto: Republika/Prayogi
Ribuan fans rela berdesak-desakan untuk bisa menyaksikan timnas Indonesia beraksi di Piala AFF 2010.

Oleh EKO SUPRIYADI

 

REPUBLIKA.CO.ID, -- Keseriusan Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) dalam memberantas mafia sepak bola benar-benar ditunggu publik. Belum lama ini, Wakil Ketua PSSI Joko Driyono menyatakan, pihaknya akan bekerja sama dengan kepolisian untuk mengejar mafia tersebut.

Langkah ini diklaim bukan formula baru. Pada 2015 lalu bahkan PSSI menyebut telah menggandeng Interpol, serta pada 2014 mengajak kepolisian untuk mengungkap dan menghukum mafia bola di luar football family. Namun, faktanya kasus mafia sepak bola terus terjadi.

Oleh karena itu, rencana PSSI menggandeng kepolisian ini diragukan oleh pengamat sepak bola Yusuf Kurniawan. ''Saya nggak mau pakai kata pesimistis, tapi faktanya banyak kasus lambat diselesaikan,'' ujar Yusuf, saat dihubungi Republika, kemarin.

Menurut dia, kalau memang PSSI serius bekerja sama dengan kepolisian, maka bentuk kerjasamanya harus konkret dan terukur. Setelah itu, MoU dengan Kepolisian mesti diumumkan ke publik. ''Jadi masyarakat bisa ikut mengawasi tahapan penyelesaiannya,'' kata Yusuf.

Ia menyatakan, kalau hanya sekadar omongan, kasus-kasus yang sudah terlihat publik bakal hilang ditelan angin. Apalagi, dia menilai masyarakat saat ini sudah sangat kritis. Menurut Yusuf, masyarakat dan suporter Indonesia kini punya rasa memiliki yang besar terhadap nasib sepak bola Tanah Air.

''Harus dibuktikan dan serius dilakukan. Action!,'' tegas Yusuf.

Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) juga mengharapkan hal serupa. Kemenpora mendukung langkah PSSI untuk melibatkan kepolisian dalam memberantas mafia sepak bola. Menurut Sekretaris Jenderal Kemenpora, Gatot Dewa Broto, langkah yang diungkapkan oleh PSSI layak disambut baik.

''Kan tempo hari yang kami dorong agar melibatkan kepolisian, kalau tidak, nanti kami temani pemberantannya. Tapi ternyata PSSI sudah langsung tanggap dan mau melibatkan kepolisian, dan itu sudah seperti yang diinginkan pemerintah,'' ujar Gatot kepada Republika.

Gatot mengaku tak mengetahui alasan mengapa tidak sejak lama PSSI melibatkan polisi untuk memberangus mafia yang menghancurkan dunia sepakbola ini. Namun yang pasti, pemerintah mengacu kepada perbandingan negara lain. Menurut Gatot, kunci pemberantasan mafia ada di tiga lini, yaitu federasi, kepolisian serta kekuatan bukti yang dimiliki. 

''Ini kan federasi sudah bergerak, kepolisian sudah digandeng, bukti kuat sudah cukup banyak. Selama ini tiga hal itu tidak dilakukan,'' jelas Gatot.

Sebelumnya, Wakil Ketua PSSI Joko Driyono menyatakan pihaknya akan bekerja sama dengan pihak kepolisian untuk memberantas mafia pengaturan skor (match fixing) di sepak bola Tanah Air. Ia mengatakan, PSSI tidak bisa masuk terlalu jauh menangani mafia sepak bola tersebut.

Joko beralasan, pengaturan skor banyak yang melibatkan pihak di luar football family. Menurutnya, untuk menangani pelaku pengaturan skor di luar football family, perlu melibatkan negara dengan instrumennya, kepolisian.

"Oleh karenanya PSSI dalam periode dua tahun ke depan harus melakukan sinergi. Dalam konteks ini, sinergi yang paling realistis adalah dengan negara, instrumen kepolisian," ujar Joko.

Terkait inisiatif tersebut, lanjut Joko, PSSI pada 7 Desember 2018, sudah membentuk komite ad hoc. Salah satu produknya adalah akan menggelar pertemuan segi tiga antara PSSI, FIFA, dan Interpol yang diwakili kepolisian, untuk mengatasi mafia sepak bola Tanah Air pada Januari tahun depan.

Jadi nantinya ada dua yurisdiksi. PSSI ke ranah football family, dan yang ada di luar itu bisa ditangani humkum positif," kata Joko.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement