REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Febrian Fachri
Judi sudah menjadi tradisi kuno. Sampai sekarang, judi adalah candu bagi orang-orang yang pernah merasakan sensasinya. Judi tidak hanya tentang beberapa orang yang adu kehebatan dalam bermain kartu, batu domino, atau permainan lainnya. Judi bisa meliputi apa saja yang bahkan bisa menjadikan tebakan-tebakan sabagai sarana untuk mencari keuntungan besar.
Sepak bola sebagai olahraga terpopuler di dunia tentu saja tak luput dari sarana perjudian. Pertandingan sepak bola ada setiap saat, setiap waktu, setiap jam. Sepak bola antarkampung atau sepak bola jalanan, sepak bola amatir sampai sepak bola resmi dari skala lokal sampai interasional sudah barang pasti melibatkan pertaruhan.
Sepak bola Eropa yang sudah dikelola secara profesional saja sulit menjauhkan diri dari sentuhan judi. Di Inggris, negara penemu sepak bola sudah mulai melakukan pemberantasan kasus pengaturan skor karena adanya suap kepada tujuh orang pemain di tahun 1915. Saat itu tujuh pemain terlibat pengaturan skor untuk pertandingan antara Manchester United melawan Liverpool.
Tapi judi tetap saja hidup bagaikan bakteri liar. Walau sudah disemprot pestisida, ia akan tumbuh lagi di tempat dan dengan cara yang lain untuk mengatur-atur hasil akhir sepak bola.
Seiring berjalannya waktu, judi pun mendapatkan tempat di beberapa negara dunia. Termasuk di negara-negara yang punya tradisi sepak bola yang kuat seperti Italia dan Spanyol.
Mereka melihat kuatnya daya tarik judi dan besarnya uang yang keluar masuk dapat dijadikan sebagai pemasukan buat negara. Federasi sepak bola setempat pun juga tidak dapat melarang klub-klub mendapatkan uang sponsor dari rumah judi.
Maka tidak heran, ada banyak klub-klub Liga Eropa yang kostumnya disponsori oleh bandar judi. Mantan pemain Manchester City dan timnas Inggris Joey Barton pernah berpendapat kalau judi seharusnya memang tidak bisa dijauhkan dari sepak bola.
Joey Barton ketika masih aktif menjadi pesepak bola profesional.
"Ada banyak orang yang berminat untuk berjudi. Mereka punya uang besar dan mau memberikan keuntungan melalui iklan. Akan aneh kalau itu malah dilarang," kata Barton, dikutip dari Sky Sport.
Barton adalah satu dari sekian pemain sepak bola yang sering ikutan memasang judi. Tahun lalu saat masih membela klub Inggris, Burnley, Barton kena sanksi karena ketahuan ikutan memasang judi.
Saat itu terungkap, pria yang kini melatih klub Fleetwood Town itubertaruh di meja judi sebanyak 1.206 kali!. Ketika itu Federasi sepak bola Inggris (FA) lalu menjatuhkan Barton sanksi 12 pertandingan dan denda sejumlah uang. Tak ada hukuman pidana untuk Barton.
Meski terlibat kasus perjudian, karier Barton jalan terus. Kini, Barton tengah merintis karier sebagai pelatih dengan mengarsiteki klub yang bernaung di kasta ketiga Liga Inggris, Fleetwood Town.
Sepak bola Inggris sebenarny cukup tegas memberikan sanksi jika ada pemain, pelatih, atau perangkat pertandingan yang terlibat perjudian karena berpotensi merusak sportivitas pertandingan.
Namun, FA tetap memperbolehkan rumah-rumah judi atau kasino daring menjadi sponsor klub. Pada Agustus 2018, Eurosport mencatat, 60 persen klub-klub Inggris disponsori rumah judi.
Logo-logo rumah judi itu terpampang di bagian tengah depan kostum. Rumah judi Skybet bahkan menjadi sponsor utama di tiga klub di tiga divisi English Football League yakni di Divisi Championship, League One, dan League Two Football Divisions.
Kemudian di divisi teratas Liga Primer Inggris ada Burnley, Crystal Palace, Everton, Watford, Bournemouth, Stoke City, Swansea City, West Ham United dan beberapa yang lain mendapat sponsor untuk kostum dari rumah judi. Barton menyebut sepak bola sudah memasuki abad 21. Menurut dia, akses untuk judi bola sudah semakin mudah dan pangsa pasarnya nya semakin meluas.
Ia berpendapat judi bisa saja dilegalkan termasuk memperbolehkan pemain ikut terlibat asalkan tidak memasang di liga tempat mereka bermain.
"Pemain Liga Primer Inggris bertaruh untuk Liga Brasil. Apakah bisa mempengaruhi hasil?'' seloroh Barton.