Senin 14 Jan 2019 11:00 WIB

Laga IBL Pertamax 2019 yang Kian Sulit Ditebak

Tim finalis musim lalu sudah empat kali menelan kekalahan.

Rep: Fitriyanto/ Red: Endro Yuwanto
 Pertandingan Stapac Jakarta melawan NSH Jakarta. Dalam lanjutan IBL Pertamax Seri IV Solo, Jumat (11/1) di Sritex Arena Solo, Jawa Tengah, Stapac menang 75-50. (IBL)
Foto: Dok IBL
Pertandingan Stapac Jakarta melawan NSH Jakarta. Dalam lanjutan IBL Pertamax Seri IV Solo, Jumat (11/1) di Sritex Arena Solo, Jawa Tengah, Stapac menang 75-50. (IBL)

REPUBLIKA.CO.ID, SOLO -- Indonesian Basketball League (IBL) Pertamax musim 2018/2019 sudah separuh jalan. Empat seri dari total delapan seri sudah dilalui. Sejak Seri I di Semarang lalu hingga Seri IV yang baru saja usai di Solo, kejutan selalu mewarnai.

Saat liga basket tertinggi di Tanah Air ini belum digelar, tidak ada yang menduga kalau tim finalis bakal mencetak hasil buruk. Satria Muda (SM) Pertamina dan Pelita Jaya Jakarta yang musim lalu begitu digdaya, kali ini sudah menelan empat kekalahan dari delapan laga yang telah dimainkan.

Direktur IBL Hasan Gozali ketika berbincang dengan Republika.co.id di Solo, Jawa Tengah, Senin (14/1) menyatakan, ia tidak menduga dengan hasil pertandingan di IBL Pertamax musim ini. "Sama sekali tidak menduga akan seperti ini hasilnya. Tim finalis bisa kalah empat kali. Bahkan di Solo ini dari tiga laga mereka kalah dua kali. Kami juga tidak menduga NSH sangat baik improve-nya," ujarnya.

Hasan mengatakan, dari evaluasi empat seri ini sangat seru. Banyak gim tidak bisa ditebak, kompetitif, tim bawah dan menengah tidak bisa dipandang sebelah mata lagi. Menurut dia, perimbangan klub yang terjadi hingga saat ini karena ada peran pemain asing. "Pemain asing tahun ini lumayan membantu tim yang pemain lokalnya kurang.  Sebagai contoh NSH Jakarta yang hingga saat ini masih kokoh di puncak klasemen divisi merah dengan tujuh kemenangan dari sepuluh laga."

Selain itu, ada Stapac yang baru satu kali kalah. Satu-satunya kekalahan terjadi di Seri I Semarang dari Bogor Siliwangi. Kala itu Stapac tidak diperkuat tiga pemain intinya yang ikut timnas Indonesia, yakni, Agassi Goantara, Abraham Damar Grahita, dan Kaleb Ramot Gemilang

Hasan menilai peran pelatih asal Lithuania, Giedrius Zibenas, membawa dampak yang besar bagi penampilan Stapac. "Luar biasa Stapac, sejak dipegang Zibenas, improve pemainnya juga luar biasa. Agassi dan Widyantaputra Teja tahun ini tampil luar biasa."

Meski sejauh ini tim finalis menuai hasil buruk, menurut Hasan tidak saatnya tim itu panik. "Dengan kualitas pemain yang mereka miliki, saya rasa mereka tidak akan panik. Masih ada waktu untuk bangkit," jelasnya.

Hasil laga begitu banyak kejutan dan ini baik untuk persaingan. Dari faktor lapangan pertandingan banyak tim yang komplain. Seri Semarang dianggap terlalu panas dan pengap sehingga membuat pemain asing Siliwangi Martavious Irving mengalami dehidrasi.

Di Seri IV Solo ini faktor licinnya lapangan memakan korban dengan cederanya pemain asing Pelita Jaya, Wayne Bradford, yang terjatuh dan cedera lutut. Ini membuat Wayne terpaksa menyudahi aksinya di IBL Pertamax 2019 hingga akhir musim ini. "Untuk venue sebenarnya memiliki standar. Daerah cukup semangat menyambut IBL sehingga banyak GOR berbenah termasuk merenovasi GOR. Tapi mungkin ada yang miss seperti di Sritex Arena. Mereka mempelitur lapangan yang mepet. Mungkin ingin menunjukkan bagusnya lapangan. Lapangan lebih licin jika terjadi hujan," ujar Hasan.

Adapun mengenai kurang maksimalnya penonton di hari pertama dan kedua, menurut Hasan, ini karena faktor weekday. "Hari kerja membuat GOR kurang dipenuhi penonton. Selain itu penonton basket saat ini hanya melihat tim besar. Padahal saat ini semua gim seru untuk disaksikan. Semoga ke depannya penonton tidak hanya menyaksikan tim besar. Karena semua laga saat ini menarik untuk disaksikan." kata dia berharap.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement